Membaca dan mempelajari Al-Qur’an adalah kewajiban bagi setiap umat muslim. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi firman-firman Allah untuk umat manusia, yang menjadi aturan dalam kehidupan.
Untuk bisa membaca dan mengetahui isi Al-Qur’an tentu dibutuhkan kemampuan dan ketrampilan membaca. Karena itu mengajarkan membaca Al-Qur’an pada anak-anak sejak dini menjadi prioritas yang utama dalam pendidikan Islam.
Di Indonesia, ada beberapa metode yang biasannya digunakan untuk membaca Al-Qur’an. Belajar membaca Al-Qur’an bukan hanya sekedar mengenalkan huruf-huruf hijaiyah namun juga aspek lainnya sehingga Al-Qur’an dapat dibaca sebagaimana mestinya.
Untuk tujuan tersebut, maka diharapkan tersedianya materi-materi yang dapat memenuhi kebutuhan, yaitu materi yang komprehensif yang mampu mewakili seluruh jumlah ayat yang ada dalam Al-qur’an. Sehingga ketika anak didik selesai mempelajari materi-materi tersebut, maka dapat dipastikan mereka mampu membaca seluruh ayat-ayat Al-qur’an dengan baik dan benar.
Dikutip dari jurnal Dosen FKIP Universitas Kutai Kartanegara Wiwik Anggranti berjudul, Penerapan Metode Pembelajaran Baca-Tulis Al-Qur’an diterangkan dalam materi pembelajaran baca Al-qur’an, secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar
1. Pengenalan huruf hijaiyah dan makhrajnya.
2. Pemarkah (al-syakkal)
3. Huruf-huruf bersambung
4. Tajid dan bagianbagiannya
5. Gharaaib (bacaan bacaan yang tidak sama dengan kaidah secara umum).
Berikut ini metode yang digunakan untuk belajar membaca Al-Qur’an :
1. Metode Qiroati
Metode belajar membaca Al-Qur’an ini pertama kali disusun oleh K.H. Dachlan Salim Zarkasyi pada 1963 dengan buku panduan yang saat itu sebanyak 10 jilid.
Metode Qiroati muncul akibat keprihatinan beliau saat menyaksikan pola pengajaran Al-Qur’an yang kurang memperhatikan kaidah tajwid serta guru yang mengajarkannya pun terkesan asal-asalan.
K.H. Dachlan Salim Zarkasi awalnya menggunakan metode ini untuk mengajar anak didiknya saja. Namun seiring berjalannya waktu, kesuksesan metode ini membuat seorang ulama asal Semarang, H. Ja’far mengajak beliau sowan kepada KH. Arwani di Kudus.
Setelah memperlihatkan buku Qiroati-nya, KH. Arwani pun meneliti dan mengoreksinya. Akhirnya metode Qiroati mendapat restu dari Mbah Arwani lalu mulailah dikenalkan kepada masyarakat Semarang dan sekitarnya.
Saat ini, Qiroati tersusun dari enam jilid buku panduan yang harus dilalui oleh santri yang belajar. Ditambah lagi buku mempelajari tajwid dan gharib, atau bacaan dalam Al-Qur’an yang sulit dan langka.
Metode ini memiliki ciri khas, yaitu menetapka standar yang ketat untuk guru dan kelulusan santri. Guru yang bisa mengajar membaca Al-Qur’an hanyalah yang memiliki syahadah atau sertifikat.
Adapun santri ketika usai menamatkan pembelajaran tahapan-tahapan yang sudah ditentukan, sudah bisa membaca Al-Qur’an dengan mahir dan tartil. Santri akan dinyatakan lulus setelah berhasil melewati ujian yang ketat.
Metode Qiroati ini tidak hanya populer di Indonesia, melainkan sudah sampai ke beberapa negara tetangga. Sejak tahun 2000, Qiroati menyebar ke Australia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
2. Metode Iqra’
Selain Qiroati, metode Iqra’ juga dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia. K.H. As’ad Humam ialah penyusun metode belajar membaca Al-Qur’an yang satu ini.
Niat awal menyusun metode Iqra’ timbul saat beliau bertemu dengan K.H. Dachlan Salim Zarkasyi yang terlebih dahulu Metode Qiroati. Bahkan sebagian sumber menyatakan bahwa beliau juga belajar dari ulama asal Semarang tersebut.
Metode Iqra’ ialah pengembangan metode Qiroati. Di mana K.H. As’ad Humam yang kala itu menggunakan Qiroati, melakukan beragam eksperimen dalam pengajaran, lalu dicatatnya.
Selanjutnya, hasil catatannya lalu diajukan kepada K.H. Dachlan sebagai usulan perubahan metodenya. Namun gurunya itu tidak sepakat lantaran menganggap Qiroati ialah metode yang berisi inayah (pertolongan) dari Allah dan tidak perlu direvisi lagi.
Kemudian, K.H. As’ad melajutkan pengembangan metode Iqra’-nya bersama para sahabat di Team Tadarrus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (AMM) Yogyakarta. Metode yang mulai dikenalkan sekitar 1988 itu pun perlahan-lahan berkembang luas di kalangan masyarakat.
Perbedaannya dengan metode Qiroati yaitu, buku panduan Iqra lebih mudah didapat karena bebas dipasarkan. Sedangkan Qiroati didapat dari lembaga yang menerapkan metode tersebut serta melalui jalur khusus kordinator masing-masing daerah.
3. Metode Yanbu’a
Belajar membaca Al-Qur’an juga dapat menggunakan metode Yanbu’a. Perumus metode ini yaitu para pengasuh Pondok Pesantren Tahfidh Yanbu’ul Qur’an. Di antaranya K.H. Agus M. Ulin Nuha Arwani, K.H. Ulil Albab Arwani, dan K.H. M. Manshur Maskan.
Penyusunan metode Yanbu’a ini awalnya didorong oleh para alumni agar memiliki ikatan kedekatan pada Pondok Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an Kudus.
Mulai terbit pada awal 2004 dengan 6 jilid materi utama, buku pedoman pengajar, dan buku materi hafalan, metode Yanbu’a menekankan penggunaan Mushaf Rasm Usmani khas Timur Tengah yang sering digunakan di negara-negara Islam.
Metode belajar Al-Qur’an asal Kudus ini memiliki keistimewaan pada sandanya yang bersambung kepada para ahli Al-Quran dan huffazh yang berguru pada Mbah Arwani Kudus dan karenanya memiliki sanad keilmuan hingga Nabi Muhammad SAW.
4. Metode An-Nahdliyah
Selain ketiga metode di atas, masih ada lagi metode belajar membaca Al-Qur’an yang populer di Indonesia. Yaitu An-Nahdliyah yang disusun oleh K.H. Munawir Kholid bersama rekan-rekannya.
Penyusunan bermula dari keinginan metode belajar membaca Al-Qur’an secara cepat dengan khas menyertakan nuansa NU. Setelah istikharah, beliau membentuk tim perumus yang terdiri dari Kiai Munawir Kholid, Kiai Manaf, Kiai Mu’in Arif, Kiai Hamim, Kiai Masruhan, dan Kiai Syamsu Dluha.
An-Nahdliyah sempat berganti nama sebanyak tiga kali. Pertama, Metode Cepat Baca Al–Qur’an Ma’arif (format disusun PCNU Tulungagung pada tahun 1985).
Nama selanjutnya yaitu Metode Cepat Baca Al–Qur’an Ma’arif Qiroati (dengan meminta persetujuan penyusun Qiroati untuk dicetak dengan nama tersebut). Terakhir, Metode Cepat Baca Al–Qur’an Ma’arif An-Nahdliyah (mulai dicetak pada tahun 1991).
Sama seperti Yanbu’a, meyode an-Nahdliyah juga tediri dari 6 jilid. Dengan ciri khasnya pengajaran menggunakan tongkat untuk menjaga irama bacaan sesuai dengan panjang-pendeknya. Tongkat itu didapat melalui jalur LP. Ma’arif sebagaimana bukunya.
Keistimewaan metode ini terletak pada tongkatnya yang dinamakan Tongkat Penyentuh Jiwa yang didoakan oleh para kiai. Nuansa NU yang kental dalam metode ini yaitu para ustaz pengajar diberikan ijazah wirid khusus agar diberi kemudahan dalam membina santri dalam belajar membaca Al-Qur’an.
5. Metode Tartili
Metode belajar membaca Al-Qur’an yang populer di Indonesia selanjutnya yaitu Tartili. Perumusnya ialah pengasuh Pondok Pesantren Darul Hidayah, Kesilir, Wuluhan, Jember, Jawa Timur, Ustaz Syamsul Arifin Al-hafidz.
Metode ini disusun bermula dari sulitnya mendapatkan buku pedoman Qiroati yang mengharuskan pergi dulu ke Semarang. Selain itu, beliau yang awalnya seorang Koordinator Qiroati se-Jawa dan Bali tersebut juga menilai bahwa metode Qiroati dan lainnya sudah terasa membosankan dan menghabiskan waktu lama.
Berbeda dengan metode lain, Tartili terbilang paling cepat karena hanya memiliki 4 jilid panduan. Metode ini mulai menyebar dan berkembang luas di Indonesia sejak diperkenalkan pada tahun 2000.
6. Metode Wafa
Di urutan terakhir ada Metode Wafa sebagai metode belajar baca Al-Qur’an yang juga populer di Indonesia. Wafa dikenal dengan tagline “Belajar Al-Qur’an Metode Otak Kanan”. Metode ini berupaya mengubah pengalaman belajar mengaji yang mulanya dirasa kurang efektif, membosankan atau bahkan menakutkan menjadi belajar mengaji yang jauh lebih menyenangkan, mudah, dan komprehensif.
Metode Wafa diciptakan oleh para pendirinya dengan semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) dengan mengambil peran dakwah melahirkan para ahli Al-Qur’an muda di Indonesia. Diinisiasi oleh tim di bawah naungan Yayasan Syafa’atul Qur’an Indonesia (YAQIN) yang berlokasi di Surabaya, metode ini diresmikan pada tahun 2013 oleh Wakil Gubernur kala itu, Gus Ipul.
Wafa didirikan oleh K.H. Muhammad Shaleh Drehem, Lc. dengan penyusunan metode dan sistem oleh tim pakar Al-Qur’an dan pendidikan seperti K.H. Dr. Mudawi Ma’arif, Lc., M.H.I., K.H. Dr. Muhammad Baihaqy, Lc., M.A., K.H. Farid Dhofir, Lc., M.Si., Dr. Shobikhul Qisom, M.Pd., H. Mohamad Yamin, M.Pd., dan para kiai lainnya.
Ada sejumlah keunggulan dan pembeda Wafa dibanding dengan metode lainnya. Pertama, adanya sistem manajemen mutu, yang mana tidak hanya sekedar metode atau buku, Wafa juga membuat sebuah sistem manajemen pembelajaran yang dapat diimplementasikan dan duplikasi untuk hasil belajar murid yang lebih maksimal. Kedua, aktivasi atau metode dengan otak kanan.
Ketiga, mengaji dengan langgam atau irama hijaz yang khas dan mudah ditirukan. Keempat, program segala usia. Kelima, komprehensif dengan konsep 5T (Tilawah, Tahfidz, Tarjamah, Tafhim, dan Tafsir). Keunggulan terakhir metode belajar a la Wafa mendapat dukungan media digital.
Meskipun tergolong metode baru, hingga tahun 2023 Wafa telah digunakan oleh berbagai mitranya di 35 provinsi di Indonesia dan juga di luar negeri seperti di Utrecht Belanda, Milan Italia, Inggris, dan Jepang.