TANTANGAN MENGAJAR AL-QUR’AN DI ERA PANDEMI

Oleh : Rofi’i Nurdika, S.A
Depart. Program Wafa Indonesia : Staff Desain dan Pengembangan Produk
===
Semenjak pandemi menguji Negeri ini, hampir sebagian besar sekolah di penjuru Negeri terpaksa menutup bangunannya dari hiruk pikuk aktivitas pembelajaran tatap muka. Beberapa sumber dari Kemendikbud menyebutkan sebanyak 68 juta siswa dari jenjang PAUD hingga SMA terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh, yang belakangan lebih dikenal dengan pembelajaran daring (dalam jaringan). Sebanyak 13 juta guru pun secara langsung mendapat ujian yang nyata untuk terus dapat mendidik siswa siswinya meski pembelajaran hanya bisa dilakukan secara virtual. Tak terkecuali di antaranya adalah para guru Al-Qur’an.
Mari sejenak melihat beberapa fakta bahwa masih banyak peserta didik yang tinggal di daerah pedalaman, yang tak tersentuh teknologi, yang tak mengenal apa itu internet, bagaimana agar mereka bisa tetap belajar?
Untuk itu, tantangan ini seharusnya menjadi batu loncatan bagi para guru Al-Qur’an yang masih ditakdirkan hidup berdampingan dengan teknologi, bahwa belajar Al-Qur’an bisa dilaksanakan dengan berbagai cara di era yang serba digital ini.

Berikut adalah beberapa ikhtiar yang bisa dilakukan para guru Al-Qur’an selama mengawal proses pembelajaran Al-Qur’an peserta didiknya melalui pembelajaran daring:

  1. Meluruskan niat dan memperbanyak doa semoga Allah menjernihkan akal dan membuka hidayah para peserta didik, sehingga mereka bisa menerima ilmuNya yang disampaikan melalui para guru sebagai perantara. Juga, semoga Allah meluaskan kesabaran dalam hati para guru selama membersamai ananda berproses dari jauh.
  2. Memastikan jaringan internet di rumah dalam kondisi lancar. Bisa menggunakan WiFi atau paket data selular, tentu dengan memperhatikan provider mana yang paling mendukung kelancaran proses pembelajaran.
  3. Menyiapkan media pembelajaran yang paling menarik dan interaktif. Disesuaikan dengan jenjang dan usia para peserta didiknya.
  4. Memastikan para peserta didik siap belajar sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian menyapa mereka dengan sentuhan-sentuhan humanis agar terbangun engagement antara guru dengan peserta didiknya. Agar pembelajaran tak sekedar formalitas, namun juga sebagai ajang menautkan hati kita dengan mereka. Agar ilmu yang tersampaikan bisa lebih mudah diterima, dicerna, dan dipraktikkan. Inilah yang kelak akan membedakan guru sesungguhnya dengan guru artificial intelligence (AI).
  5. Menanamkan kejujuran kepada peserta didik setiap waktu, untuk meminimalisir terjadinya cheating selama proses pembelajaran, lebih-lebih saat sesi menyetorkan hafalan Al-Qur’an.
  6. Lebih jeli dengan gestur para peserta didik selama proses pembelajaran untuk menilai apakah mereka sudah jujur atau masih perlu diingatkan ulang.
  7. Meningkatkan komunikasi dengan orang tua untuk membantu memantau anak-anaknya selama pembelajaran daring berlangsung.
  8. Mengakhiri setiap proses dengan melangitkan doa yang tak terhingga untuk para peserta didik. Sebab guru hanyalah perantara ilmu dari Allah. Sebab hanya Allah yang kuasa membuat mereka mengerti dan menyerap ilmuNya.
  9. Melayani setiap komplain dan pertanyaan yang hadir dari peserta didik pasca pembelajaran, demi menciptakan atmosfer curiousity yang baik, yang sejalan dengan service terbaik kita sebagai pengajar dan pendidik.

Menutup sedikit tulisan ini dengan kutipan kata bijak dari almarhum KH. Maimoen Zubair : “Yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik, dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar”, semoga Allah senantiasa menguatkan pundak kita semua para guru dan pendidik. Wallahu a’lam bish shawab.

Informasi Tambahan:
  1. Instagram https://instagram.com/wafaindonesia?igshid=1em93xp2gau05
  2. Youtube https://www.youtube.com/user/WAFAOtakKanan
  3. Aplikasi android WAFA https://play.google.com/store/apps/details?id=or.id.wafaindonesia.wafa01
  4. Facebook https://www.facebook.com/MetodeWafa
  5. Fanpage https://www.facebook.com/BelajarAlQuranMetodeOtakKanan