Azzah’s Journey

Azzah merupakan anak yang besar dari keluarga sederhana, ia juga merupakan alumni dari mahasiswa fakultas Teknik dari sebuah Universitas Negeri di Kota Palu.

Ketika lulus selama setahun ia mencoba melamar pekerjaan di berbagai instansi. Namun hal itu belum membuahkan hasil, hingga ia melihat penerimaan calon guru di salah satu sekolah Islam sebagai salah satu pengajar pelajaran teknologi informasi.

Niat awal mengikuti pendaftaran tersebut hanya iseng semata, karena tidak mungkin seorang seperti dirinya lulus melamar pekerjaan disebuah sekolah Islam ditambah lagi ia tidak mempunyai hafalan Al-Qur’an sama sekali, jangankan hafalan Qur’an dalam hal membaca Al-Qur’an masih banyak salah baca dan makhroj sama sekali tidak tahu.

Tibalah saat pengumuman, alhamdulillah diterima di sekolah tersebut. Akan tetapi tantangan selanjutnya adalah ketika pembinaan guru-guru yaitu belajar makhroj huruf, sifatul huruf serta hukum-hukum bacaan sampai ke ghorib. 

Disaat guru-guru yang lain lancar tanpa kesusahan sedikitpun, namun ia merasa susah karena hal itu baru ia pelajari dan ia dapatkan saat itu juga. Saat guru lain lancar dan mudah tilawah menggunakan nada wafa, ia juga sangat kesusahan.

Dengan belajar dan terus belajar semua nya perlahan mulai membaik. Saat mulai membaik diberilah amanah dari kepala sekolah untuk mengajar siswa tahsin. Tentu saja ia terkejut dengan amanah yang diberikan, karena jika ia mengajarkan 1 huruf namun makhrojnya ternyata salah itu akan berdampak bagi siswa kedepannya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah karena telah mengajarkan hal yang salah kepada siswa.

Amanah tersebut mau tidak mau ia terima karena ketika seseorang telah diberikan amanah maka ia telah dipercayakan untuk amanah itu, dan ketika Allah telah berikan amanah kepada seseorang melewati perantara hambanya yang lain maka Allah tau bahwa ia mampu mengemban amanah tersebut.

Ketika amanah tersebut ia terima, muncullah kabar yang kurang mengenakkan yaitu proses belajar mengajar selama masa pandemi ini tetap dilakukan secara online. Jadi, ia menerima amanah sebagai guru mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi serta guru tahsin siswa.

Seorang yang bukan alumni dari jurusan keguruan, pertama kalinya menjadi seorang guru. Dan pengalaman pertama mengajarnya itu bukan berhadapan dengan siswa langsung melainkan berhadapan dengan siswa melalui perantara media zoom meeting

Mulailah ia mengajar tahsin kepada anak-anak lewat perantara zoom meeting. Dan hal itu bukan hal yang mudah mengajarkan makhroj huruf tidak secara langsung karena muncul berbagai macam kendala seperti permasalahan jaringan, kemudian pengucapan siswa terdengar kurang jelas karena tidak bertemu secara langsung.  

Alhamdulillah, Ketika mengajar tahsin tidak berhasil lewat zoom meeting, maka ia mencoba lewat perantara video call menggunakan aplikasi whatsapp, alhamdulillah seperti yang ia inginkan kendala tersebut satu persatu mulai Allah bantu selesaikan. 

Perlahan tapi pasti siswa mulai bagus makhrojnya, mereka mulai antusias belajar Al-Qur’an. Hal itu tentu saja bukan hasil do’a dan ikhtiarnya sendiri. Semua atas pertolongan Allah, do’a dari orangtua khususnya do’a seorang ibu, serta do’a dan ikhitar siswa beserta orangtuanya.

Kendala demi kendala dalam pembelajaran Qur’an terselesaikan. Namun, timbullah masalah lain di mata pelajaran yang ia pegang. Beberapa siswa yang ia ajar tidak memiliki ketertarikan dalam menerima pelajaran sehingga ketika pembelajaran berlangsung beberapa sibuk dengan aktivitas pribadi mereka. 

Mulailah ia melakukan intropeksi diri apakah cara penyampaian yang ia lakukan tidak menyenangkan? Apakah ia kurang tegas? Apa yang membuat siswa sibuk dengan aktivitas pribadinya hingga beberapa dari mereka tidak memperhatikan? 

Ternyata kesalahan terdapat pada dirinya, ketika ia mengajar ia tidak memberitahukan bahwa seperti ini adab ketika seorang penuntut ilmu sedang belajar agar ilmu yang diterima menjadi berkah. Karena menurut ulama Abu Zakariyah An Anbari Rahimahullah “Ilmu tanpa adab seperti kayu bakar dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” kemudian Rasulullah pun menegaskan betapa pentingnya adab dalam hadistnya yang artinya “Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 1162, ia berkata: “hasan shahih”.

Kemudian ia mengubah pola mengajarnya dengan menyelingi pembelajarannya dengan beberapa video sehingga tidak membuat siswa bosan.

Alhamdulillah, ketika dijelaskan mengenai adab, siswapun perlahan mulai berubah, mereka memperhatikan ketika ia menjelaskan. Dan ketika pola mengajarnya diubah siswa menjadi lebih interaktif.

Maka, seorang muslim baik ia merupakan seorang pengajar atau bukan, hidupnya pasti akan mendapatkan berbagai macam tantangan, permasalahan, entah sedang dilanda pandemi covid-19 ataupun tidak masalah itu akan tetap ada. Karena Allah memberikan seseorang masalah itu untuk melihat apakah hambanya ketika menyelesaikan permasalahan akan mengangkat tangannya dan mengadu kepadanya atau tidak. Jika “iya” maka Allah akan mengangkat derajatnya. 

Setelah kesusahan pasti ada kemudahan, ketika Allah memberikan ujian untuk menguji hambanya, hanya Allah pula yang mampu menyelesaikan permasalahannya, hanya pada Allah yang punya solusi dari setiap permasalahan. Maka solusinya dengan memperkuat ikhtiar ditambah dengan memperbanyak berdo’a kepada Allah. 

Karena jika seorang muslim menyelesaikan permasalahan hanya berikhtiar saja tanpa berdo’a maka ia termasuk sombong karena ia merasa tidak membutuhkan bantuan Allah, namun ketika seorang muslim berdo’a tanpa berikhtiar maka tindakan yang ia lakukan menandakan bahwa ia merupakan hamba yang malas, karena ia terus menerus meminta namun tidak berusaha untuk mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan. Maka, tindakan seorang muslim jika ingin menyelesaikan permasalahan adalah berdo’a meminta kepada Allah agar ia diberikan kemudahan dan berikhtiar untuk mencari titik terang permasalahan tersebut dengan diniatkan segala usaha dan tindakannnya hanya untuk mencari ridho Allah.

_
Penulis : Azizah Rahmaniah – SMPIT Bina Insan Palu