Alhamdulillah, saya merasa sangat bersyukur telah menjadi salah satu guru Al Quran di sekolah tempat saya mengajar. Amanah ini memang tidak gampang, tetapi saya selalu yakin atas pertolongan Allah bagi siapa saja yang berbuat kebaikan. Insya Allah, amanah ini akan menjadi salah satu jalan bagi saya untuk menuju surga firdaus kelak. Aamiin.
Saya teringat akan beberapa kejadian tempo hari sebelum saya menjadi salah satu guru Al Quran di sekolah tempat saya mengajar. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba suami saya memberi kabar lewat pesan di ponsel. “Apakah kamu tertarik ingin menjadi guru kembali?” Tiba-tiba saja beliau mendadak mengajukan pertanyaan seperti itu di siang bolong. Jelas ini bukan mimpi, sebab saat itu saya sedang terjaga. “Iya, saya bersedia” Saya langsung saja menjawab tanpa pikir panjang. Sedikit cerita, dahulu di awal pernikahan kami, saya adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah swasta di kota saya. Sehari-hari saya dan suami berperan menjadi seorang guru. Itulah kegiatan kami sehari-hari. Kami sangat bangga menjadi seorang guru. Ini merupakan jalan menuju surga. Insya Allah. Iya, kami tau, penghasilan seorang guru memang tidak seberapa. Apalagi masih berstatus sebagai pegawai honorer. Ya boleh dikatakan pas-pasan. Apakah hal itu akan menjadi halangan? Jelas tidak. Selama menjalani menjadi seorang guru, kami sama sekali tak peduli dengan upah. Yang jelas, rezeki bisa datang dari arah mana saja. Dengan kata lain, Alhamdulillah, rezeki kami sangat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari. Kami senang, dan kami bahagia menjadi seorang guru. Bagi kami, menjadi guru itu bukan hanya sekedar panggilan jiwa, tetapi itu merupakan jalan hidup kami. Inilah kami wahai dunia! Ya, kami sangat bersemangat. Bagi kami, tidak semua yang bernilai dapat dihitung dengan uang, dan tidak semua yang dapat dihitung dengan uang dapat dinilai. Kemuliaan itu dari Allah. Nilai itu keputusan Allah! Bukan dari pengakuan atau pemberian manusia. Kami sangat bersyukur menjadi salah satu guru di muka bumi ini. Seiring berjalannya waktu, Alhamdulillah, saya hamil. Pada waktu itu, melihat kondisi saya yang hamil muda dan sering mual dan muntah, maka saya dengan sadar dan penuh tanggung jawab, memutuskan untuk sejenak berhenti mengajar di sekolah. Saya fokus pada kehamilan saya. Sampai anak saya lahir pun saya masih belum bisa kembali mengajar. Kami memutuskan untuk fokus membesarkan anak saya sampai ia berumur 7 tahun. Belum genap anak pertama saya umur 4 tahun, adiknya lahir. Maka, saya pun fokus kembali membesarkan kedua anak saya. Sebenarnya, saya sama sekali tidak berhenti menjadi guru. Saya tetap menjadi seorang guru. Hanya saja, saya menjadi guru bagi kedua anak saya di rumah. Bagi saya, ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Menjadi guru itu tidak harus berada di sekolah formal. Di dalam rumah tangga, ibu pun punya peran menjadi seorang guru. Ibu sangat berperan memberi teladan kepada anak-anaknya. Mengajarkan ini dan itu dengan penuh kasih sayang hingga anak-anak tumbuh dewasa dan siap menghadapi tantangan di muka bumi ini. Alhamdulillah, setelah si kakak sudah mulai masuk kelas satu sekolah dasar, maka saya berniat kembali mengajar di sekolah formal. Kembali ke awal cerita, tiba-tiba saja suami saya menawarkan kepada saya untuk kembali mengajar di salah satu sekolah swasta di kota kami yang memang lagi membuka penerimaan untuk guru di beberapa bidang studi, salah satunya adalah bidang studi bahasa Indonesia. Akhirnya, saya membuat surat lamaran pekerjaan dan Alhamdulillah lulus setelah mengikuti serangkaian test yang diberikan. Saya diterima mengajar di sekolah tersebut. Sesuai dengan pendidikan terakhir saya yang lulusan sarjana pendidikan bahasa Indonesia, maka jelas, saya diberikan amanah untuk menjadi guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Itu bukan masalah. Kemudian setelah itu, tiba-tiba saja saya diberikan amanah lainnya. Saya harus menjadi guru Al Quran. Apakah saya menolak? Tentu saja tidak. Saya menerimanya dengan lapang dada. Pada saat itu, saya pikir, apa salahnya menjadi guru Al Quran. Itu mudah saja. Apalagi sejak dini saya sudah bisa baca tulis Al Quran dengan baik. Saya menjawab tantangan yang diberikan sekolah kepada saya. Setelah itu, saya beserta guru-guru yang diterima di sekolah tersebut setiap paginya mengikuti kegiatan tahsin yang dibawakan langsung oleh Bapak kepala sekolah. Kemudian suatu hari, kami guru-guru diberi tahu agar mengikuti salah satu pelatihan Al Quran yang diadakan oleh Wafa Indonesia. Akhirnya, sayapun ikut dalam kegitan tersebut. Salah satu hal yang masih segar dalam ingatan saya hingga saat ini adalah perubahan total pada pola pikir saya tentang Al Quran. Sebelum mengikuti pelatihan tersebut, saya berpikir, Al Quran itu hanya cukup tahu baca atau menuliskan ayat-ayatnya saja. Tetapi, pola pikir yang demikian adalah salah besar. Saya kaget bukan main. Selama mengikuti pelatihan, justru saya merasa menjadi orang yang paling tidak tahu apa-apa tentang Al Quran. Ternyata pengetahuan saya tentang membaca Al Qur’an masih sangat rendah. Bahkan saya merasa bagaikan masih kanak-kanak yang diajari kembali cara baca Al Quran dengan baik dan benar. Cara baca saya masih sangat keliru. Alhamdulillah, setelah mengikuti pelatihan tersebut, saya jadi tahu cara membaca Al Quran dengan baik dan benar sesuai ilmu tajwid. Dan tibalah klimaks dari semua rangkaian perjalanan saya menjadi guru Qur’an yaitu dengan diajukannya nama saya sebagai salah satu guru Qur’an yang bisa ikut munaqosyah langsung oleh Wafa Indonesia. Merupakan satu kesyukuran yang besar bagi saya yang lulus dengan predikat Jayyid Jiddan. Alhamdulillah, dengan standarisasi dari Wafa Indonesia, saya merasa semakin percaya diri untuk mengajarkan ilmu AlQur’an kepada peserta didik, bahkan kepada anak-anak dan suami di rumah dengan tidak lagi merasa was-was apakah yang saya ajarkan ini sudah benar atau keliru. Tentu tidak mudah mengajarkan Al Qur’an dari awal kepada setiap peserta didik yang hadir dengan berbagai karakter dan latar belakang keluarga yang berbeda. Tetapi, InsyaaAllah diawali dengan niat yang benar, hati yang ikhlas, ilmu yang memadai, serta strategi pembelajaran yang sudah disiapkan, setiap hembusan ilmu yang diajarkan akan tersampaikan dengan baik kepada peserta didik. Terima kasih yang sangat besar kepada Allah SWT terhadap apa yang Dia rencanakan di hidup saya, serta kepada semua orang di Yayasan Ihsanul Amal Sulteng dan kepala SMPIT Bina Insan Palu yang sudah mempertimbangkan dan menerima saya menjadi bagian di dalamnya, sehingga saya bisa mengenal Wafa Indonesia dengan metodenya yang InsyaaAllah mudah dipahami. Terhadap Wafa Indonesia, terimakasih sudah hadir di tengah-tengah kami yang masih sangat haus akan ilmu Al-Qur’an. Insya Allah, dengan pengetahuan yang telah saya dapatkan selama mengikuti pelatihan Wafa dan lulus munaqosyah, akan saya jadikan sebagi jalan menuju surga firdaus. Semoga Allah meridhoi jalan saya yang menjadi guru Al Quran. Insya Allah. Aamiin.
Sekian kisah perjalanan saya menjadi salah satu guru Al-Qur’an.
_
Penulis : Tetes Embun