“Mengajar Al-Qur’an adalah sebaik-baik kesibukan”, kalimat inilah yang memotivasi saya untuk terus melakukan pembelajaran dan pembinaan Al-Qur’an, dengan tujuan mendekatkan nilai-nilai Ilahi kepada setiap jiwa sejak dini.
Sebagai pengajar Al-Qur’an memang menjadi amanah dan misi yang berat, menuntut kesabaran, bahkan kadang membuat minder sebagian seorang guru al-Qur’an. Tantangan ini awalnya memang dirasakan karena mindset yang keliru terhadap fungsi pengajar Al-Qur’an dimana sebagian kita masih menganggap pengajar Al-Qur’an hanya sebatas mengajarkan baca tulis Al-Qur’an, atau hanya menamatkan bacaan Al-Qur’an santri saja tanpa melihat pengaruh Al-Qur’an terhadap perilaku anak.
Penyebab mindset ini karena sebagian pengajar Al-Qur’an masih minim pengetahuan tentang keutamaan mengajarkan Al-Qur’an dan sebagian guru mencukupi dirinya sebatas mengajarkan anak bacaan al-Qur’an. Selain itu juga, disebabkan oleh faktor eksternal, dimana sebagian orang masih menganggap pengajar Al-Qur’an hanya sebatas menjadikan anaknya menjadi pintar baca Al-Qur’an, bisa tamat dan melaksanakan ritual penamatan bacaan Al-Qur’an tanpa mempedulikan keberlanjutan pendidikan Al-Qur’an untuk anaknya.
Fenomena di atas memang banyak terjadi, dan masih banyak orang tua yang memiliki mindset demikian. Akibatnya, sebagian masjid yang awal pengajaran Al-Qur’annya dibuka dengan jumlah santri yang langsung membludak, namun lambat laun menjadi berkurang, tak terurus bahkan berhenti. Ini disebabkan karena faktor yang saya kemukakan sebelumnya.
Saya pun menjadi salah satu pengajar Al-Qur’an yang hampir terjebak dengan competency trap sebagaimana kasus yang dialami sebagian guru di atas. tentu saya tidak mengeneralisir kasus ini, namun banyak fakta yang saya dapatkan menunjukkan demikian.
Dari pengalaman itulah, saya pun merasa ada hal yang perlu ditangani serius dalam pendidikan Al-Qur’an kita, agar permasalahan di atas dapat diselesaikan secara perlahan, dan juga mampu mendorong lembaga pendidikan Al-Qur’an bisa lebih memiliki manajemen baik dan berkelanjutan.
Solusi dari problem pendidikan Al-Qur’an di atas perlahan saya temukan ketika mulai bergabung dengan salah satu lembaga dakwah di kampus saya, meski kampus saya berada di background umum, namun kampus tempat saya melanjutkan studi cukup terbuka dan concern dalam pembinaan intensif bacaan Al-Qur’an. Berawal dari sini saya banyak mengenal relasi mahasiswa yang bergelut dalam pembelajaran Al-Qur’an secara intensif, dan dipercaya untuk menjadi salah satu mentor pada program pembelajaran Al-Qur’an Intensif untuk mahasiswa baru.
Saya melihat betapa penting dan urgennya menggeluti dunia pendidikan Al-Qur’an. Alasannya sangat jelas, masih banyak mahasiswa baru yang terjaring berada dalam kategori buta huruf hijaiyah. Setelah saya selesai dari kuliah, dengan modal pengalaman di lembaga dakwah tersebut, Saya pun ditunjuk untuk menjadi ketua yayasan di salah satu lembaga pendidikan yang bergerak dalam pembinaan Al-Qur’an.
Peran sebagai ketua yayasan membawa saya kepada dunia manejemen pendidikan. Di peran ini menjadi strategis bagi saya untuk lebih mendalam mempelajari strategi pendirian lembaga pendidikan Al-Qur’an dan sekaligus mencari desain pendidikan Al-Qur’an yang berkelanjutan.
Akhirnya, kerisauan akan pendidikan Al-Qur’an perlahan bisa saya temukan jalan keluarnya, dengan berinteraksi dengan para pemerhati pendidikan Al-Qur’an. Saya banyak mendapatkan pengalaman dan sekaligus masukan dari beberapa lembaga yang sudah sukses menjalankan program pendidikan Al-Qur’an.
Melalui forum-forum bersama yang membahas tentang pendidikan, saya mulai menemukan benang merah penyelesaian masalah pendidikan al-Qur’an. yaitu dengan menjawab pertanyaan, “apa visi dan misi yang saya emban dalam lembaga pendidikan tempat saya bekerja?, apakah saya sudah menyelaraskan dengan visi hidup saya di dunia ini? saya pun mendapatkan jawabannya setelah mengikuti salah satu program pendidikan berbasis fitrah, dimana saya mendapatkan nasihat bahwa misi kita adalah untuk menyebarkan kebaikan dengan profesi yang kita emban.
Saya pun mencoba dan berusaha mengintegrasikan nilai-nilai Al-Qur’an dengan rutinitas saya sebagai ketua lembaga pendidikan, sehingga saya memutuskan untuk kembali merintis pendidikan Al-Qur’an dengan mindset bahwa pengajaran harus lebih terintegrasi , berkelanjutan dan selaras dengan visi dan misi hidup saya.
Saya dan guru-guru saya mulai belajar untuk membuat suatu manajemen mutu di pendidikan Al-Qur’an dengan merumuskan hasil belajar, internalisasi konsep dan sharing saya dengan lembaga pendidikan Al-Qur’an yang sudah memiliki kurikulum Al-Qur’an yang terencana dan terstandarisasi.
Dari kurikulum yang berhasil saya rancang, sayapun mendapati solusi dari pembelajaran al-Qur;an yaitu dengan cara tadabbur, mengenal jiwa anak, belajar dari shiroh nabi dan para sahabat. Dengan itu, dilembaga kami mampu menerapkan pendidikan Al-Qur’an yang lebih terintegrasi pada adab anak serta modalitas belajar anak yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’aa.
Begitupun pada hal teknis di saat PPDB, Sejak awal saya memberitahukan kepada para wali santri agar memberikan motivasi bagi anak, bersiap untuk mendampingi kembali anak dan berusaha memahamkan kepada orang tua betapa pentingnya orang tua memberikan teladan untuk anaknya. Konsep ini kami tanamkan secara perlahan melalui program sekolah parenting di lembaga kami.
Alhamdulillah, dari situ saya dan rekan guru secara perlahan memberikan pemahaman yang benar terhadap orang tua santri hingga akhirnya mampu bersama-sama mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran al-Qur’an. Begitupun juga dari internal lembaga saya, sebagian besar guru telah mengikuti program standarisasi guru Al-Qur’an di salah satu lembaga pendidikan Al-Qur’an bernama wafa.
Melalui pelatihan yang kami ikuti kami diajarkan bahwa pentingnya untuk senantiasa terus menambah kapasitas dan kualitas diri dimulai dari menanamkan kesabaran dan niat awal yang harus kuat, Program pengembangan kompetensi guru yang berkelanjutan, serta senantiasa mengevaluasi capaian lembaga.
Akhirnya, pendidikan Al-Qur’an dari masa ke masa akan terus dibutuhkan, terutama dalam membentengi umat dan menjaga akidah umat dari bahaya arus globalisasi dan digitalisasi saat ini, Pendidikan Al-Qur’an harus memiliki manajemen mutu yang baik dan survive, juga metode dan pendekatan pembelajaran Al-Qur’an harus senantiasa didekatkan dengan jiwa anak melalui pembelajaran yang berbasis keteladanan serta berinteraksi dengan anak dengan kasih sayang. Menanamkan nilai-nilai al-Qur’an dalam lembaga, serta senantiasa selalu menjalin komunikasi baik terhadap orang tua anak untuk bersama-sama mendidik anak demi masa depan ummat yang gemilang.
_
Penulis : Jasmin – Rumah Qur’ani Imam Muslim