Saya termotivasi mendidik anak-anak untuk belajar Al-Qur’an ketika saya mengingat masa lalu yang belum bisa membaca Al-Qur’an. Saat itu usia saya berumur 12 tahun. Saya ingin sekali sekolah ke pondok pesantren Rasyidiah Khalidiah (RAKHA) yang ada di Amuntai. Namun syarat tes yang harus di ikuti adalah bisa membaca Al-Qur’an dengan benar. Saya pun berpikir bagaimana caranya agar bisa membaca Al-Qur’an dengan benar, minimal mengetahui makhraj huruf dan panjang pendeknya dulu menurut saya. Saya pun belajar dengan saudara perempuan saya yang bernama Siti Bulkis, dan dilanjutkan belajar dengan kakak saya yang bernama Ahmad Muzakir. Akhirnya saya pun sedikit demi sedikit mampu mengingat dan melafadzkan huruf-huruf hijaiyah walaupun belum begitu fasih, namun dengan semangat yang besar serta dorongan dari orang tua, saya pun bisa membaca Al-Qur’an. Hari-hari pun dilalui, kemudian saya mengikuti tes di pondok, dan akhirnya saya dinyatakan lulus oleh pondok pesantren Rasyidiah Khalidiah (RAKHA) bahwa saya boleh sekolah dan belajar disana.
Hal yang membuat saya termotivasi untuk mengajarkan Al-Qur’an adalah mengingat masa lalu saya yang sudah lulus kelas 6 belum juga bisa membaca Al-Qur’an, dan bagi saya anak-anak sekarang sangat beruntung sekali, baru duduk di kelas 1 SD sudah bisa membaca Iqra, atau wafa, bahkan dari PAUD sudah dikenalkan tentang huruf-huruf hijaiyah. Betapa beruntungnya mereka, namun bagi saya yang sudah saya lalui itu adalah masa lalu, saya harus bisa ikut andil dalam perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW, karena teringat apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW sampaikanlah olehmu walaupun hanya 1 ayat.
Awal mula saya mengajar Al-Qur’an hanya ikut membantu saudara saya, karena anak-anak yang belajar Al-Qur’an cukup banyak. Buku yang kami pakai adalah buku Iqra yang dikarang oleh KH. As’ad Humam, buku beliau terdiri dari 6 jilid. Anak-anak belajar iqra setelah melaksanakan shalat magrib. Diantara mereka ada yang sudah menyelesaikan buku 6 jilid tersebut, kemudian mereka melanjutkan ke kitab Al-Qur’an. Tempat mereka belajar terkadang di rumah, dan terkadang di mushalla. Kegiatan belajar mengajar Al-Qur’an cukup lama. Akhirnya kami berinisiatif untuk membangun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di desa kami. Saya dan kakak saya mengajak teman dekat untuk ikut membantu demi tercapainya pembangunan TPA. Kami berdua meminta izin ke kepala desa untuk mengadakan rapat. Setelah beberapa hari kemudian kami mendapat izin dari kepala desa. Kami seluruh guru dan masyarakat yang diundang mengadakan rapat di kantor kepala desa. Alhamdulillah kepala desa juga mendukung kegiatan tersebut. Kata beliau, itu ada bangunan TPA yang sudah lama tidak terpakai, dan itu bisa dijadikan tempat untuk belajar anak-anak. Berdasarkan hasil rapat nama TPA nya adalah TPA Al-Ikhlas, kenapa kami mengambil nama tersebut ? Karena awal dari pembangunan TPA adalah keikhlasan guru dalam mengajar. Bermula dari hal ini kami mengajukan TPA ke Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Taman Pendidikan Al-Qur’an (LPPTKA) beserta Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI) agar TPA yang kami bangun menjadi resmi seperti TPA lainnya yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kami pun berdiskusi siapa yang menjadi kepala TPA, dan yang terpilih adalah kakak saya Ahmad Muzakir, sedangkan saya menjabat sebagai guru dan bendahara. Disamping itu pula kami membuat proposal renovasi TPA dan buku Emas untuk mencatat para donator yang membantu renovasi TPA dan gajih guru. Kami juga menarik iuran perbulan Rp. 3000,- per-anak, yang mana uang tersebut kami gunakan untuk menggajih guru. Selang waktu beberapa bulan kemudian TPA Al-Ikhlas dapat mengumpulkan uang sebesar Rp. 4.000.000,- yang didapatkan dari proposal yang kami sampaikan kepada para donator. Tak lama setelah uang terkumpul kami pun melaporkan ke kepala desa, dan dari kepala desa menganjurkan agar disimpan dulu uangnya. Kepala desa pun mencarikan dana yang berpeluang besar dari pemerintah bisa dialokasikan untuk pembangunan Taman Pendidikan Al-Qur’an. Setelah beberapa bulan kemudian TPA Al-Ikhlas pun di renovasi dengan bantuan kepala desa dan masyarakat setempat. Kami pun juga mengecek dan menghubungi LPPTKA,BKRMI agar TPA kami dapat diresmikan. Selang beberapa hari kemudian kepala BKPRMI pun dapat meluangkan waktu untuk meresmikan TPA Al-Ikhlas yang kami renovasi. Kami sebagai guru merasakan bahagia, karena TPA menjadi baru, dan kami bisa mempunyai TPA yang resmi dari Pemerintah Daerah setempat. Setiap pertiga bulan dari Pemerintah Daerah memberikan honor untuk para guru yang terdaftar. Guru-guru pun merasa senang dan gembira atas gajih yang diberikan.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Rakha saya melanjutkan pendidikan untuk kuliah ke Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ), disana saya banyak belajar tentang ilmu Al-Qur’an. Banyak keutamaan-keutamaan tentang belajar Al-Qur’an dan cara mengajarkannya. Dari kesekian banyaknya yang saya dapat pegangi tentang hadits Nabi Muhammad SAW, dalam hal ini untuk memotivasi saya dalam belajar dan mengajarkan Al-Qur’an adalah Al-Qur’an nantinya akan memberikan syafa’at pada hari kiamat, kemudian sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Dari hadits ini saya sangat termotivasi sekali untuk lebih giat dalam belajar Al-Qur’an, dan ingin sekali mengajarkan lebih banyak tentang al-Qur’an kepada orang lain. Pada semester ketiga saat kuliah saya juga diberikan tawaran oleh teman saya untuk mengajar TPA di Bihman Villa yang letaknya tidak jauh dari Mesjid Raya At-Taqwa Amuntai. Saya pun akhirnya menerima tawaran tersebut, karena jadwal mengajarnya setelah shalat zuhur, saya pun juga bisa kuliah, dan mengajar di TPA yang ada di desa. Bermacam-macam tingkah laku anak didik, bermacam-macam pula bagaimana cara menghadapinya. Dan yang terpenting bagi saya adalah mereka bisa membaca Al-qur’an dengan benar. Disamping itu pula guru-guru juga dilatih bagaimana cara mengajarkan Al-Qur’an dengan benar kepada murid, bagaimana cara menghadapi mereka dengan sabar, bagaimana cara menanamkan karakter sholeh, dan menanamkan adab-adab islami kepada murid. Banyak situasi yang tak terduga, ada anak yang tidak mau mengaji selama beberapa minggu, saya sebagai guru melakukan pendekatan ke orang tua murid dan bertanya apa sebab ia tidak lagi datang ke TPA untuk mengaji, ternyata sebabnya adalah dia digangu sama temannya. Saya pun memberikan penguatan dan solusi kepada orang tua, serta memberikan dorongan agar anak beliau tetap sekolah di TPA. Selama enam tahun berjalan saya pun diberikan tawaran oleh Sekolah Islam Terpadu Ihsanul Amal (SDIT), dan orang yang memberikan tawaran tersebut tak lain adalah kakak saya sendiri yaitu Ahmad Muzakir, kebetulan sekali kakak saya juga sudah lama ikut mengajar di SDIT.
Pada bulan November tahun 2011 saya diterima oleh Yayasan SIT Ihsanul Amal untuk mengajar disana. Selama 3 pekan saya sebagai guru baru hampir berhenti untuk mengajar, namun karena keyakinan yang kuat akhirnya saya mampu bertahan untuk mengajar di SDIT. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari mengajar di SDIT. Diantaranya saya juga dikirim oleh Yayasan SIT Ihsanul Amal untuk mengikuti pelatihan Al-Qur’an metode Ummi, metode Tiqrar, metode Tilawati, Story Telling dan yang sekarang adalah metode Wafa. Semakin banyak ilmu yang didapat maka semakin banyak pula potensi yang bisa dikembangkan demi menjadi guru yang professional. Menjadi guru yang profesional dibidang Al-Qur’an merupakan pondasi agar mengajarkan Al-Qur’an lebih maksimal. Kita sebagai karyawannya Allah SWT harus selalu melejitkan potensi kita, agar mengajar selalu yang terbaik, kita pun harus menjaga Kitab suci Al-Qur’an dan mengajarkan kepada anak didik kita.
Saya di SDIT diberikan amanah mengajar wafa dan sebagai Pembina musholla. Pernah suatu ketika ada anak yang belajar mengaji dengan saya meletakkan buku wafanya dibawah lantai, saya pun memberikan pemahaman kepada murid tentang adab-adab yang harus dilakukan pada saat belajar Al-Qur’an, diantaranya dengan berwudhu terlebih dahulu, meletakkan buku atau kitab Al-Qur’an di atas meja yang agak tinggi dari lututnya. Sehingga murid tersebut pun sadar dengan apa yang saya nasehatkan. Setelah beberapa tahun saya mengajar Al-Qur’an di SDIT, saya pun mendapatkan kesempatan besar mengikuti tahsin atau memperbaiki bacaan Al-Qur’an ke Jawa Timur, tempatnya berada di Lumajang, disana ada program tahsin yang diselenggarakan oleh Pondok Tahfizh Bahrussyifa yang dipimpin oleh Ustadz Imron Rosyadi Al Hafiz (Alm). Alhamdulillah saya sempat bertemu, belajar dengan beliau dan langsung mengikuti program tahsin selama satu bulan. Banyak ilmu yang diajarkan beliau, diantaranya cara melafadzkan setiap huruf harus sesuai dengan tempat keluar hurufnya, vocal A harus sesuai dengan tahsin, seperti bunyi A harus jelas dan tidakterpengaruh bunyi E, begitulah cara beliau mengajari saya. Membaca Al-Qur’an harus dengan tartil dan sesuai dengan kaedah tajwidnya. Alhamdulillah selama satu bulan saya dapat menghafal Al-Qur’an 3 Juz dengan Tahsin. Juz yang dicapai yaitu juz 28, 29, dan 30. Saya sangat beruntung sekali mendapatkan ilmu dari beliau. Semoga Ustadz Imron Rosyadi Al Hafiz (Alm) mendapatkan surga yang terbaik. Aamiin
Sepulangnya dari Jawa Timur saya diberikan amanah sebagai Koordinator Al-Qur’an di SDIT. Semoga dengan amanah ini saya mampu menjalankannya. Banyak pengetahuan dan pengalaman yang saya dapatkan selama menjabat sebagai Koordinator Al-Qur’an di SDIT. Diantaranya saya mengetahui bagaimana menjadi leader atau pemimpin yang mampu menggerakkan tim Al-Qur’an di SDIT. Setelah beberapa tahun saya mengajar di SDIT, kemudian saya pun di pindah tugas untuk mengajar di PAUDIT. Menurut saya mau di pindah atau tidak tetap harus memberikan yang terbaik. Karena tujuan saya mengajar adalah mencari keridhaan Allah SWT, selalu berbuat baik dimanapun berada. Di PAUDIT saya diberikan amanah sebagai wali kelas dan koordinator Al-Qur’an. Berbagai informasi saya dapatkan agar PAUDIT dapat berkembang dan mendapatkan prestasi. Pada tahun ini PAUDIT mendapatkan prestasi juara III yang diselenggarakan oleh Kafa (Kontes Al-Qur’an Wafa) dengan menampilkan lagu kreatif wafa pada tanggal 24 April 2021. Alhamdulillah saya berbahagia sekali, karena yang membuat teks lagu tersebut adalah saya dan ustadz Muhammad Noor. Senangnya menjadi guru Al-Qur’an tak terhingga balasan pahalanya, jika kita niatkan kesemua ini karena Allah SWT.
Untuk kedepannya saya akan membuat karya yang lebih baik lagi agar orang-orang yang belajar Al-Qur’an, baik itu anak-anak, dewasa, maupun orang tua lebih mudah mempelajari ilmu Al-Qur’an. Belajar Al-Qur’an adalah ilmu pasti, artinya pasti menghantarkan kita kepada jalan kebaikan. Orang yang belajar satu huruf dari Al-Qur’an akan mendapatkan sepuluh kebaikan, maka semakin banyak orang yang membaca Al-Qur’an maka semakin banyak juga pahala yang didapatnya. Begitu pula kita sebagai guru, semakin banyak kita menanam kebaikan, maka semakin banyak pula kita memperolehnya. Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka pahalanya sama seperti orang yang berbuat baik kebaikan itu.
_
Penulis : Ramadhan, S.Pd.I. – PAUD IT Ihsanul Amal