Mengaji Online, Siapa Takut???

Orang tua yang dikaruniai anak, sesungguhnya merekalah yang memiliki investasi terbesar untuk kehidupan dunia dan ahiratnya.  Mereka yang mengenalkan Sang Khaliq sejak dalam kandungan. Sang ayah yang selalu memberikan doa-doa indahnya setiap usai sholat kemudian ditiupkan ke perut ibu. Ibu yang setiap saat mengelus-elus perutnya yang setiap hari, setiap bulan semakin membesar. Hingga saat hari yang ditunggu-tunggu datang, hari kelahiran.  Doa dan kasih sayang mereka tetap tercurahkan kepada anak-anaknya bahkan ketika sang anak sudah dewasa. 

 

Begitu besar rasa cinta orang tua kepada anak, sampai mereka rela bersusah payah memberikan pendidikan terbaik untuk putra putrinya. Terutama dalam mempelajari dan mengajarkan Al Quran. Pertama kali yang berkewajiban mengenalkan anak dengan Rabb-nya adalah orang tua. Orang tua akan dimintai pertanggung jawaban atas didikannya kepada putra putrinya. Nabi saw bersabda, “Siapa yang mengajarkan membaca Al Quran kepada anaknya akan diampuni dosanya, dan barang siapa  yang mengajarkannya dengan hafalan di luar kepala, maka Allah akan membangkitkannya kelak di hari kiamat dengan wajah seperti bulan purnama,” (HR. Thabrani, Anas).

 

Anak-anak yang mengenal Al Quran sejak dini, diharapkan tumbuh kepercayaan terhadap Allah sebagai Tuhannya dan Al Quran sebagai firman-Nya. Keyakinan yang tertanam sejak kecil akan membekas tajam dalam hatinya hingga remaja dan dewasa. Kecintaan pada Al Quran bisa membuat akhlak menjadi lebih baik dan menjadikan anak generasi yang berakhlak Qurani. 

 

Itulah yang selalu ditanamkan pada anak-anak TK Nufi Sidoarjo. Tidak hanya memberikan pengajaran Al Quran tetapi akhlak pun juga diutamakan dalam belajar. Lewat kisah-kisah islami dari WAFA, membuat pembelajaran Al Quran semakin menarik dengan menanamkan akhlak pada anak.

 

Suatu hari dalam kelas terdengar suara nyanyian :

Mata saya kaya roda

Bentuknya bulat jumlahnya dua

Karunia yang indah dari Allah 

Harus selalu kita jaga

 

Lagu itu terdengar beberapa kali dinyanyikan. Sambil menggerakkan tangan mengikuti lirik yang dibunyikan. Anak-anak terlihat sangat senang dan antusias menyanyi dan bergerak. Usai menarik perhatian anak-anak dengan lagu tersebut, ustadzah pun melanjutkan dengan doa bersama.  

 

Belajar virtual memang memerlukan effort yang lebih. Meski sudah satu tahun lebih pandemi yang mengharuskan untuk online, tetapi cara-cara baru selalu digali supaya anak-anak nyaman dan semangat belajar.  Apalagi tipe setiap anak yang berbeda-beda. 

 

Ustadzah mengeluarkan kartu gambar mata kemudian bertanya pada anak-anak. ”Ini gambar apa?” ”Mata”, jawab mereka serempak. Kemudian tanya jawab pun terjadi. Mereka tampak senang bila merasa bisa menjawab pertanyaan ustadzah. Kemudian ustadzah menjelaskan kegunaan mata dan menyelipkan kisah sahabat Rasulullah Abdullah bin Ummi Maktum. 

 

Dimana dalam kisah tersebut menceritakan Ummi Maktum yang buta. Akan tetapi meski tidak bisa melihat, ia tetap rajin beribadah pada Allah. Ia tidak merasa sedih dan putus asa. Bahkan ia menjadi muadzin yang bergantian dengan Bilal bin Rabbah. Setiap hari Ummi Maktum selalu berangkat ke masjid menggunakan tongkatnya. Terkadang Ummi Maktum digandeng oleh sahabatnya menuju masjid. 

”Wah … hebat ya. Meski tidak bisa melihat, Ummi Maktum tidak pernah ketinggalan pergi ke masjid”, kata ustadzah. 

”Siapa yang suka pergi ke masjid?”

”Saya…”, jawab anak-anak bersemangat.

 

Begitulah ustadzah menumbuhkan semangat anak-anak dalam belajar. Secara tidak langsung anak-anak juga belajar untuk rajin pergi ke masjid. Setelah sedikit bercerita dan memotivasi anak-anak, ustadzah melanjutkan dengan belajar huruf hijaiyyah. Dengan kartu peraga WAFA, ustadzah mengenalkan huruf hijaiyyah. Ustadzah mengeluarkan kartu bertuliskan huruf ”ma”. Ustadzah menunjukkan bentuk huruf ”ma” dan membacanya, anak-anak ikut menirukan. Setelah membaca bersama-sama, kemudian ustadzah bertanya satu-satu. Ada yang langsung bisa, ada yang masih perlu diajari lagi ada yang lupa. Bagi anak yang belum familiar memang tidak mudah jika hanya satu kali. Mereka perlu beberapa kali pengulangan. 

 

Setelah huruf ”ma” lancar berganti dengan huruf ”ta”. Seperti mangkok ada titiknya dua, begitu ustadzah mengimajinasikan pada anak-anak. Setelah lancar mereka belajar menggandeng dua huruf tersebut. Ma ma, ta ta, ma ta, ta ma, kartu huruf tersebut digandeng dan anak-anak membacanya. Mereka yang lancar bisa mengikutinya. Ada juga yang perlu bimbingan khusus. Begitu seterusnya hingga sesi kedua. Anak-anak melakukan pembelajaran mengaji  melalui video call dengan dua sesi.

 

Begitulah hiruk pikuk belajar online. Apalagi tahun ajaran baru dengan anak baru. Dimana masih mengenalkan dari awal tentang aturan bermain dan belajar virtual. Anak-anak ada yang bisa mengikuti dengan lancar, ada yang senang bergerak, ada yang suka bicara ada juga yang tertib sekali. MasyaAllah … lucu sekali mereka dengan tipenya masing-masing. Ketika sedang serius mengaji tiba-tiba terpotong karena harus mendengar ceritanya. Ketika mendampingi anak yang mana perlu pengulangan lebih banyak, akan ada rasa wah … ada rasa haru tak terhingga ketika anak-anak itu menjadi bisa. 

 

Kesabaran pun sangat diperlukan untuk mendampingi anak usia dini ini belajar Al Quran. Tidak hanya mengajarkan Al Quran, namun orang tua dan ustadzah pun juga mengenalkan mereka dengan hal-hal yang baru. Belajar berbicara,belajar mengenal temannya juga belajar adab sehari-hari. Pernah suatu ketika video call ada anak yang menguap, disitulah peran orang tua dan ustadzah mengajarkan adab. Bahwa ketika menguap harus menutup mulutnya kemudian menjelaskan alasannya.  

 

Pasti ada saja positif negatif dalam semua situasi. Meski belajar jarak jauh, pencapaian mengaji anak-anak sangat bagus, diatas standart yang telah ditentukan. Itu karena jerih payah orang tua dalam mendampingi putra putrinya. Yang mana dulu ketika sekolah tatap muka mungkin sebagian besar orang tua mengandalkan pihak sekolah. Namun kini banyak sekali orang tua yang ikut terjun secara langsung mendampingi putra putrinya. Orang tua juga banyak belajar bagaimana cara mengajar dan mengajarkan kembali pada putra putrinya. 

 

Itulah salah satu hikmah dari pandemi ini. Meski banyak sekali sisi negatifnya, namun ada juga nilai dari sisi positifnya. Segala upaya semaksimal mungkin dilakukan supaya belajar tetap menarik meski virtual. Yang tak lupa juga adalah doa yang selalu dipanjatkan pada-Nya Sang Pemilik Hati, agar Allah menjaga hati untuk tetap dalam kebaikan. Hati yang tenang yang selalu berharap pada-Nya akan memudahkan langkah menuju kebaikan. Dengan kebaikan-kebaikan itu semoga Allah mudahkan untuk mendapatkan ilmu yang mudah ditransfer kepada anak-anak. 

_
Penulis : Dewi Marurroh – TKIT Nurul Fikri Sidoarjo