Saya terlahir dari keluarga yang sangat minim pemahaman agamanya. Namun orang tua saya selalu menyuruh saya untuk sholat di masjid dan mengaji di sana. Karena orang tua saya juga tidak bisa membaca Al Quran. Saya pun mulai belajar mengaji bersama teman- teman yang lain di masjid kampung. Kala itu masih menggunakan buku turutan. Ada seorang tetangga saya yang dengan sabar menyimak bacaan saya. Namanya Pak Tukiran. Alhamdulillah dari beliaulah saya bisa mengenal huruf hijaiyyah. Semenjak itulah saya ingin belajar ilmu tajwid. Namun saya bingung dengan siapa saya harus belajar?
Sewaktu kecil sering kali saya ditanya oleh orang tua, guru, maupun teman mengenai cita-cita saya kalau sudah besar nanti. Spontan kala itu saya menjawab ingin menjadi guru. Entah guru apa belum jelas. Yang penting menjadi guru. Mungkin dibenak saya waktu itu, guru adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan.
Seiring berjalannya waktu, setelah lulus SMK saya pun tidak terbersit untuk melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi. Saya lebih memilih bekerja di sebuah perusahaan di Pulau Bintan.
Namun baru dapat setahun ternyata perusahaannya gulung tikar. Akhirnya saya pun mencari lowongan pekerjaan di Pulau Batam. Dan alhamdulillah saya pun diterima bekerja di sebuah perusaan elektronik di Kota Batam.
Setelah setengah tahun saya bekerja disana saya merasakan hidup ini hanya sekedar mengisi rutinitas pergi pagi pulang kerja malam. Begitulah seterusnya dan waktupun berlalu tanpa ada makna haqiqi. Seperti robot yang ada hanya dikejar target dan target. Mulai dari situlah saya merenung panjang, seperti inikah hidup ini?
Bermula dari sinilah saya mulai mencari tau kegiatan apa saja yang bisa dilakukan setelah pulang kerja. Saya pun dipertemukan dengan seorang teman dari Jawa Timur yang mengajak saya untuk bergabung di kajian taklim pagi dan sore disebuah pondok pesantren. Sejak saat itulah saya bisa mengenal ajaran agama islam dan bacaan Al Qur’an menggunakan metode Qiraaty di sana.
Tak terasa 5 tahun sudah saya di perantauan dan habislah masa kontrak kerja, sayapun pulang ke kampung halaman pada tahun 2004. Sesampaianya di kampung halaman, saya bingung mau kerja apa ya? Masak mau nganggur dan menjadi beban orang tua lagi? Ditengah kegundahan itulah saya diajak tetangga saya untuk membantu mengajar di TPA. Berbekal sedikit ilmu Quran yang saya miliki, bismillah saya terima tawaran itu.
Pertama kali saya mengajar TPA adek-adek, saya grogi banget dan masih malu-malu. Namun berbekal pede, lama kelamaan terbiasa juga. Sambil terus belajar dari partner guru ngaji yang lain. Saya pun ditawari untuk menjadi guru ngaji di sebuah sekolah dasar swasta. Saya terima saja tawaran itu. Sebelum masuk saya dites dulu bacaan Qurannya oleh wakil kepala sekolah. Dan alhamdulillah saya diterima. Semenjak itulah, pagi saya ngajar di sekolah dan sore harinya saya ngajar di TPA.
Setelah bergabung di SDiT inilah saya bertemu dengan salah satu ustadzah yang dulu kuliah di PGPQ Raudhatul Mujawwidin Semarang. Beliau bercerita banyak tentang PGPQ Raudhatul Mujawwidin dan metode Qiraaty. Saya pun tertarik untuk meniru jejak beliau kuliah di PGPQ Raudhatul Mujawwiddin karena saya memang saat itu belum mempunyai syahadah. Setahun sudah saya menimba ilmu di sana. Masya Allah sungguh luar biasa ilmu yang saya dapat pelajari dari sana. Yakni ilmu tajwid yang semasa kecil dahulu saya impikan. Terimakasih ya Allah engkau telah menuntun diri ini untuk mengenal indahnya agama islam dan ilmu membaca Al Quran.
Setelah lulus dari PGPQ Raudhatul Mujawwidin saya mengabdikan diri mengamalkan ilmu tajwid ini di SDIT Ar Raihan dan TPA Al Jihad sampai dengan saat ini. Di SDIT Ar Raihan dahulu juga menggunakan metode Qiraaty dan semenjak enam tahun terakhir ini menggunakan metode Wafa dari Surabaya. Metode Wafa ini menurut saya adalah metode paket lengkap dan sangat menyenangkan dalam pembelajaran Al Quran. Di setiap jilidnya ada gambar menarik dan cerita/kisah berhikmahnya. Yang tentu saja membuat anak-anak semakin senang dalam belajar Al Qura’an. Apalagi ketika tilawah langsung dipraktekkan menggunakan irama hijjaz yang sangat indah dan menyentuh hati. Ada juga pembimbingan dan pembinaan langsung dari pengelola WAFA kepada seluruh mitra WAFA.
Pada bulan Juli tahun ini SDIT Ar Raihan mengirimkan 19 ustadz/ ustadzahnya untuk mengikuti kegiatan munaqosyah guru yang diadakan oleh TIM WAFA Surabaya. Alhamdulillah 100% dinyatakan lulus dengan hasil yang menggembirakan. Meskipun secara online namun kegiatan munaqosyah ini disambut dengan antusias oleh ustadz/ustadzah dari SDIT Ar Raihan. Mudah-mudahan ilmu yang kami dapatkan dapat menjadi bekal untuk senantiasa lebih dekat dengan Al Qur’an dan bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih-lebih bisa mengajarkannya kepada orang lain. Allahuma Amiin.
Agar ilmu yang kami peroleh tidak hilang, saya pun di rumah membuka program “ Omah Ngaji”, untuk membantu siapa saja yang ingin belajar membaca Al Quran. Setiap bakda magrib sampai isyak dan setiap hari ahad siang sampai sore. Alhamdulillah sudah ada beberapa santri yang ikut belajar di sana. Adapun yang menjadi motivasi saya untuk menjadi seorang guru ngaji adalah sebuah hadist yang berbunyi : “Khoirukum man ta’allamal Qur’ana wa ‘allamahu.“ Yang artinya :“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.”
Tak terasa sudah kurang lebih 17 tahun saya menjalani profesi ini. Yang saya rasakan adalah kebahagiaan dan ketenangan hati. Meskipun profesi guru ngaji dimata orang umum tidaklah menjanjikan. Namun saya menyukai profesi ini karena panggilan Allah. Bismillah semoga Allah meridhoi dan memudahkan jalan ini untuk kami para guru- guru ngaji. Aamin ya Robbal ‘alamin.
_
Penulis : Puryanti – SDIT Ar Raihan Bantul DIY