Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (Agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS. Muhammad:7)
Bangunan itu telah berdiri kokoh dari 2 tahun sebelumnya, namun sayang tak ada keriuhan anak-anak disini, yang ada semak belukar yang lebat di sekitar bangunan, pepohonan yang tumbuh tak beraturan sehingga membuat bangunan yang megah ini terkesan menyeramkan. Sesekali terdengar suara lenguhan sapi dan suara kambing. Ya, karena siang hari tempat ini dijadikan masyarakat untuk menambatkan hewan ternaknya. Apa jadinya jika kita berkunjung kesini pada malam hari? mungkin sangat cocok untuk dijadikan tempat syuting “Alam gaib” atau “ Antara ada dan tiada”…
Inilah cikal bakal SMKIT Khoiru Ummah tempat aku di amanahkan menjadi guru Qur’an dan sekaligus kesan pertamaku ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya. Kalau boleh jujur sesungguhnya Sebenarnya background pendidikanku bukanlah pendidikan Al-Qur’an atau Hadits, melainkan jurusan bahasa inggris yang seharusnya sehari-hari berkutat dengan grammar, vocabularies beserta kroni-kroninya. Mungkin orang akan terkaget-kaget bagaimana bisa akhirnya putar haluan untuk menjadi guru Qur’an? Tentu hal ini bukanlah hal yang mendadak namun melalui proses yang panjang dan di penuhi suka dan duka.
5 tahun aku lalui sebagai pengajar bahasa inggris. Namun, terkadang ada saja kejenuhan yang muncul dimasa-masa aku mengajar. Dan pada puncak kejenuhanku aku menemukan sebuah hadits
“ Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Qur’an dan mengajarkannya (HR.Imam Bukhari)
Ketika membaca hadits ini aku berpikir apa sebenarnya yang ingin aku raih di dunia ini selain ridho Allah? Seketika ada rasa iri ketika melihat teman yang mengajar Al-Qur’an betapa nikmatnya mereka Karena bisa bersahabat dan berinteraksi dengan Al-Qur’an setiap hari. Tak di pungkiri disetiap sholatku terselip do’a agar bisa menjadi ahlul qur’an dan bisa belajar Al-Qur’an lagi.
Qodarullah, do’aku disambut Allah dalam sebuah kecelakaan motor. Kecelakaan itu tak hanya membuat lengaanku patah namun juga merenggut pekerjaanku. Aku di PHK karena pihak sekolah tak mau menunggu hingga kesehatanku pulih, mengingat proses kesembuhan yang memakan waktu cukup lama. 7 bulan aku berada dirumah tak dapat beraktifitas. kala itu aku habiskan waktuku dengan Al-Qur’an, tilawah dan mendengarkan murottal sesekali membaca terjemahannya, entah mengapa ada kenikmatan tersendiri ketika berlama-lama dengan Al-Qur’an. Setelah sembuh kabar bahagia itupun tiba tatkala kakakku mengirimkan sebuah brosur dauroh Al-Qur’an dan bersedia untuk membiayai semua pendidikanku hingga selesai.
Di sebuah pondok dikota kembang, aku tinggalkan sejenak atribut ke-Guruan ku untuk kembali berkhidmat menjadi santri di salah satu pondok tahfidz. Disana aku menemukan banyak ilmu dan pengalaman yang mengesankan tentang Alqur’an. Tak jarang aku menangisi diriku yang menyesalkan kenapa baru di umur segini aku mengetahui keistimewaan-keistimewaan Al-qur’an. Al-qur’an mengajarkan bahwasanya ketika manusia menjadikan Alqur’an sebagai jalan hidup, maka rezekinya adalah kelas langit dan bumi, yaitu dunia akhirat. Maka saat itu aku teguhkan hatiku bahwa Alqur’an adalah jalan hidupku.
Namun lagi dan lagi Allah mengujiku, beberapa bulan setelah itu aku harus menerima kabar buruk bahwasanya ayah yang selalu mensuport-ku dan yang menjadi alasan untuk aku menghafal meninggal dunia dalam kecelakaan. Bagaikan disambar petir kala itu dan rasanya kakiku tak mampu untuk berpijak pada bumi. Kata-kata terakhir almarhum sebelum aku berangkat bertalu-talu dalam ingatanku,
“Nak, jika kau benar-benar ingin belajar Alqur’an, hanya satu yang ayah minta, tolong amalkan ilmumu jangan kau sia-sia kan”.
Hingga detik ini, kata-kata itu selalu menjadi alasanku untuk tak meninggalkan Al-Qur’an apapun kondisinya. Interaksiku dengan Alqur’an ibarat rasa rindu yang tersampaikan kepada ayah yang sudah bahagia disana. Sejak itulah aku membulatkan tekad untuk menjadi seorang guru Qur’an hingga akhir hayatku agar aku dapat mempersembahkan butiran-butiran pahala yang akan terus mengalir tanpa syarat kepada ayah, sebuah hadits yang aku baca dan selalu sukses membuatku meneteskan air mata
“Barang siapa yang membaca alqur’an dan mempelajarinya serta mengamalkannya akan dipakaikan mahkota dari cahaya yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari dan dipakaikan kepada kedua orang tuanya dua jubah kemuliaan yang tidak didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, kenapa aku dipakaikan ini? Karena kalian memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Alqur’an.”
Perjalananku sebagai guru Qur’an dimulai di yayasan Al-Amin, dimana saat itu ada lowongan guru Qur’an, yaitu ditempatkan disalah satu unitnya yaitu SMKIT Khoiru Ummah, sekolah baru dan belum ada santrinya sama sekali. Kenapa aku bisa menerima tempat ini padahal aku bisa mendapatkan tempat yang lebih baik jika aku ingin? jawabannya adalah karena visi dan misinya yaitu ingin menjadikan sekolah ini sekolah swasta yang berbasis al-Qur’an dan mencetak generasi yang qur’ani. Sungguh ini adalah jalan yang aku cari untuk tetap istiqomah bersama Alqur’an. Selain itu, bagiku sekolah yang berbasis islam terpadu didaerahku masih sangat sedikit dan minim dengan pendidikan Alqur’an padahal kehidupan remaja disini semakin bebas dan jauh dari aturan islam. Dan akhirnya bismillah aku mantap untuk memilih sekolah ini sebagai tempat berlabuh.
Menjadi seorang perintis bukanlah mudah, tidak sama seperti guru yang sudah langsung memiliki murid yang banyak dan fasilitas sekolah yang lengkap. Di awal perjalanan kami harus jatuh bangun untuk mencari siswa. Berbagai cara kami tempuh untuk meyakinkan masyarakat akan keberadaan sekolah ini, yaitu dengan menawarkan visi dan misi sekolah yang berbeda dengan SMK pada umumnya, dengan menyebarkan brosur, masuk kesekolah-sekolah hingga door to door mengetuk pintu rumah mencari anak yang ingin melanjutkan sekolah ke SMA.
Beberapa bulan menuju kelulusan kami menyadari bahwa siswa yang daftar masih sangat sedikit bahkan masih hitungan jari, bahkan ketua yayasan mulai pasrah dengan kondisi. Beliau sempat menyebutkan jika tahun ini tak lagi mendapatkan siswa maka beliau akan di penjara atau bangunan itu akan di ambil alih oleh pemerintah, dikarenakan bangunan tersebut memang hasil negosiasi oleh pihak wakaf tanah dengan pemerintah daerah untuk pembuatan gedung SMK. Beruntung kami memiliki tim yang sangat kompak dan saling mensuport hingga memutuskan hal yang cukup mengambil resiko yaitu sekolah gratis untuk tahun pertama hingga mereka lulus. Dengan beberapa pertimbangan bahwa disekitar sekolah ini banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA.
Alhamdulillah satu persatu siswa datang mendaftar, meskipun bagi kami itu belumlah seberapa namun cukup untuk membuat sekolah ini berjalan dan aktif menjadi sekolah yang sesungguhnya. Karena hal tersebut membuat kami sebagai perintis tidak memiliki standar wajib bagi anak-anak untuk masuk kesekolah ini yang penting mereka mau di didik disini dengan tidak mengurangi visi dan misi yang kami buat di awal. Termasuk pendidikan Al-Qur’an. Sehingga tak heran jika di awal banyak menemukan anak-anak yang tidak bisa baca Al-Qur’an bahkan buta huruf Al-Qur’an.
Sebut saja namanya Meki, masih teringat jelas ketika dia datang kesekolah dengan membawa formulir pendaftaran, dengan celana boxer memakai kaos oblong dan asesoris kalung dan gelang rantai di tangan dan lehernya. aku yang menjaga meja pendaftaran waktu itu agak sedikit kaget dengan penampilannya namun karena butuh siswa jadi terima-terima saja. Mungkin siswa seperti itu tak hanya satu tapi hampir semua siswa karena memang sekolah kami berada di pedesaan yang agak terpencil dan hampir semua masyarakat belum terlalu mengenal islam secara kaffah. Namun tak menyurutkan semangat kami, karena kami yakin bahwa jika kita berniat baik yaitu menghadirkan sekolah yang mendekatkan kita dengan Al-Qur’an maka Allah akan hadirkan orang-orang baik yang menolong.
Qodarullah ada seorang pemilik Apotik di daerah ini yang datang berkunjung ke sekolah kami karena tertarik dengan brosur yang kami sebarkan. Alhamdulillah saat itu sekolah sudah dibersihkan hingga tak lagi semak-semak yang menempel, hanya pepohonan dan rumpun bambu yang menambah keasrian sekolah. Ketika datang beliau bertanya apa yang sekolah ini tawarkan? Dengan percaya diri kami pun berkata jika fasilitas yang ada belum terlalu lengkap tapi kami memiliki visi dan misi untuk menjadikan anak bapak dekat dengan Al-Qur’an. Diluar dugaan hal itu membuat si bapak langsung menerima dan memasukkan anaknya ke sekolah kami karena besar harapannya agar anaknya tersebut lebih mengenal islam dan dapat membaca dan menghafalkan Alqur’an.
Tibalah hari itu, hari dimana semua siswa masuk pertama kalinya ke SMKIT Khoiru Ummah, dan aku di amanahkan menjadi koordinator di bidang tahsin dan tahfidz. Awalnya sangat sulit untuk mengenalkan Al-Qur’an kepada mereka, jangankan untuk menghafal, menyentuhpun tidak. Aku terkejut ketika melakukan tashnif untuk pertama kalinya beberapa siswa di kelas TBSM sudah 3 tahun tidak memegang al-Qur’an. Dari hasil tashnif tersebut kami menemukan beberapa santri yang buta huruf Al-Qur’an, selebihnya yang standar baca qur’anya masih level 2 karena jarang membaca Al-qur’an. Kenyataan yang sangat miris, tapi aku percaya bahwa inilah jalan dakwahku, yaitu bagaimana caranya membuat mereka yang tadinya asing menjadi terbiasa untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an.
Perlahan-lahan aku memberikan motivasi kepada mereka akan pentingnya Al-Qur’an dalam hidup, aku katakan Bahwasanya Alquran sangat mudah untuk dihafal sebagaimana Allah berjanji dalam surat Al-qomar ayat 17:
Sungguh Allah mudahkan Alqur’an untuk di ingat, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
Ada sudut mata yang basah tatkala aku ceritakan tentang bagaimana Al-Qur’an memuliakan para penjaganya, syurga ‘adn, mahkota kemuliaan, jaminan bagi kedua orang tuanya untuk memasuki syurga dan keindahan-keindahan lain yang membuat kita tercekat, mata berkaca-kaca saking inginnya. Salah seorang siswi datang kepadaku berurai air mata, dengan tersedu ia berkata “Ustadzah, aku ingin jadi penghafal Al-qur’an, aku ingin memberi mahkota kemuliaan untuk kedua orang tuaku” . Ada bahagia tersendiri tatkala melihat semangat mereka melafalkan ayat demi ayat, meskipun dengan terbata-bata, karena yakin bahwa berlama-lama dalam kebaikan itu artinya membuat pahala terus mengalir.
Sedikit demi sedikit kami kenalkan Al-Qur’an kepada mereka. Setiap hari murotal Al-Qur’an selalu terdengar disekolah ini setiap pagi hari dan jam-jam istirahat. Namun sebagai Koordinator Qur’an aku menyadari bahwa sekolah ini masih belum maksimal dalam pembelajaran Qur’an, metode yang ditawarkan yayasan untuk kami belum memiliki hasil yang maksimal untuk menggembleng kemampuan siswa, sehingga hal itu menjadi kendala mereka dalam menghafal yaitu tahsin Qur’annya yang belum baik. Dan aku berpikir bahwa sekolah ini harus memiliki metode yang pas dalam mengajarkan Al-Qur’an tapi aku belum tahu metode apa yang cocok.
Beberapa bulan dilalui, sehingga tiba di bulan ramadhan tatkala yayasan mengadakan kajian Al-Qur’an. disaat itu juga kedatangan tamu dari Wafa Qur’an Center yaitu ustadz Adhan Sanusi yang saat itu sedang membina yayasan di daerah sebelah yang memang lebih dulu menggunakan metode ini. Disinilah aku mengenal metode WAFA untuk pertama kalinya, ustadz Adhan menjelaskankan bahwa sebaiknya sekolah memiliki standar dalam mengajarkan Al-qur’an agar terhindar dari kesalahan serta memiliki jaminan mutu yang dapat di pertanggung jawabkan, dan beliau mengenal bagaimana asyiknya belajar Alqur’an dengan metode WAFA, yaitu metode otak kanan yang membuat pembelajaran al-Qur’an itu menyenangkan dan jauh dari kata seram.
Tibalah di rapat guru Qur’an yayasan. Memang beberarapa bulan sekali yayasan mengadakan pertemuan guru Qur’an mulai dari PAUD hingga SMK untuk mengevaluasi pembelajaran tahsin dan tahfidz Al-Qur’an. Hasilnya semua unit hampir memiliki kendala yang sama yaitu belum memiliki metode dalam mengajar Qur’an sehingga output yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Di saat genting seperti ini maka tercetuslah ide untuk bergabung dengan Wafa Center dengan harapan yayasan ini memiliki metode yang berstandar dan memiliki hasil yang baik. Untuk memutuskan hal ini pun tidak mudah, apalagi beberapa unit masih kekeh untuk menggunakan metode mereka masing-masing. Hingga kami harus menunggu 1 tahun setelahnya barulah yayasan menyatakan akan bergabung dengan WAFA Qur’an Center.
Seperti menemukan oase di padang pasir, akhirnya penantian berbuah hasil. Di awali dengan pelatihan yang di isi trainer WAFA yang luar biasa yaitu ustadz Dodi Tisna Amijaya dan ustadz Wawan Fitriono. Dari beliau berdua kami banyak menemukan pelajaran baru, dan sedikit demi sedikit kami mampu bangkit dari keterpurukan. Bahkan pembelajaran tahsin menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa-siswa kami, tak hanya itu masyarakat diluar pun tak kalah semangat untuk mendaftarkan diri untuk belajar WAFA di yayasan kami.
Dalam hitungan bulan rasanya sulit dibayangkan bagi mereka untuk dapat menuntaskan buku Tilawah tajwid dan ghorib, terlebih lagi sebagian besar dari siswa bukanlah lulusan pesantren atau sekolah islam yang sudah bisa baca Al-Qur’an. Tapi biidznillah, aku cukup bahagia ketika melihat beberapa siswa yang dulu belum bisa membaca Alqur’an sudah mulai menunjukkan perkembangan, para ustadz dan ustadzah pun sangat bersemangat belajar Al-Qur’an setiap ba’da dzuhur. Mereka tidak malu untuk belajar dari level 1 karena sangat ingin bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Dan yang paling aku syukuri adalah akhirnya sekolah memiliki metode yang tepat dan terukur dalam mengajarkan Al-Qur’an.
6 bulan setelah pelatihan kami mengajukan diri untuk menjalankan munaqosyah WAFA, Alhamdulillah dari munaqosyah tersebut hampir semua siswa dan guru kami dinyatakan lulus. Mata mereka berkaca-kaca saat sertifikat lulus dibagikan, ada bahagia yang tak mampu disembunyikan di semburat wajah mereka. Hingga salah seorang wali santri mengungkapkan kebahagiannya ketika mengetahui bahwasanya anaknya mampu membaca Al-Qur’an dengan baik bahkan ada yang telah menyelesaikan hafalan 1 juz Alqur’an. untuk santri tahun pertama diantara semuanya ada 14 santri yang mampu menyetorkan 1 hingga 2 juz Alqur’an dalam rentang waktu 6 bulan. Dan lebih membanggakan lagi karena beberapa santri adalah alumni dari sekolah umum yang baru menghafal Alqur’an ketika di SMKIT.
Akhir tahun 2020 lagi-lagi kita di uji dengan keadaan, yaitu tersiar kabar bahwa dunia kita sedang terserang wabah yang mematikan yaitu covid 19. Kabar kematian terdengar santer di televisi sehingga presiden bahkan bupati pun harus me-lock down semua kegiatan untuk beberapa bulan kedepan termasuk proses belajar mengajar di sekolah, hal itu membuat sekolah harus memutuskan sekolah daring (dalam jaringan) karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk tatap muka. Kondisi ini sungguh sangat menyiksa kami dan juga anak-anak.
Terbayang sudah bagaimana menjejaki setapak-demi setapak jalan menuju ke syurga yang penuh dengan jariyah, “Khoiru Ummah”. Terbayang siswa yang lalu lalang dijalan raya menyapa kami dengan penuh hangat, ada juga yang hanya tersenyum sambil menklaksonkan kendaraan roda duanya. Dari gerbang sekolah alunan murotal alqur’an menyambut kedatangan mereka. Namun kini tak ada lagi, tak da keriuhan siswa di sekolah, tak ada lagi yang menyapa pagi hari. Yang ada kami harus berkutat dengan gadget dan siap di depan handphone masing-masing.
Tapi itulah kekurangannya, ketika sekolah daring kami menemukan santri yang malas dan tidak semangat belajar, terkadang waktu belajar tiba tetapi siswanya belum nongol-nongol di zoom ataupun google meet, jika di Tanya jawaban mereka beragam ada yang kesiangan, ada yang tidak ada kuota, bahkan ada yang hilang tanpa berita. Dan tak jarang ketika sedang online tiba-tiba jaringan jelek dan aplikasi mati tiba-tiba sehingga membuat pembelajaran khususnya tahsin dan tahfidz menjadi kurang maksimal. Itulah suka dukanya mengajar melaui online, tapi beruntung WAFA memiliki pembelajaran berbasis online seperti aplikasi juz 28, 29 dan 30 yang bisa di download di handphone masing-masing bahkan bisa didengar kapan saja secara offline, dan juga pelatihan online untuk guru-guru dan siswa, sehingga biidznillah ditengah pandemi pun kami masih dapat melakukan aktifitas mengajar tahsin dan tahfidz dan ujian munaqosyah WAFA.
Hari ini sudah hampir 3 tahun kami menggunakan metode WAFA dan menjalani 2 kali ujian Munaqosyah untuk guru dan siswa. Hampir semua guru bacaan Qur’annya telah terstandar dan siswa pun sudah banyak kemajuan bahkan tak hanya dapat membaca Al-Qur’an dengan baik tapi beberapa siswa telah berhasil menghafal lebih dari 10 juz Al-Qur’an. Untuk pembelajaran tahsin dan tahfidz metode ini sangat bagus dan benar-benar terukur, bahkan di daerah kami tak hanya kami saja yang menggunakan metode ini bahkan ada beberapa yayasan lain yang juga mengikuti jejak kami menggunakan metode ini.
Siapa yang menyangka bangunan tak berpenghuni dan minim murid itu sekarang sudah menjadi sekolah terbaik didaerahnya untuk kategori SMK, yang dahulu menjadi tempat menambatkan ternak telah berubah total menjadi bangunan yang kokoh dan asri meski tempatnya jauh dari keramaian kota namun tetap riuh dengan suara santri yang menyetorkan hafalan atau muroja’ah hafalannya. Masyaallah tabarokallah, hadza min fhadli rabbii. Sungguh aku semakin yakin bahwa tak ada yang tak mungkin bagi Allah, Allah akan memudahkan semua niat baik kita. Dan aku selalu berdo’a semoga kami sebagai pendidik mampu menjadi cahaya bagi mereka, mampu menjadikan mereka generasi yang mencintai Al-Qur’an, karena aku yakin setitik usaha yang kita perjuangkan dijalan Allah akan menjadi amal jariyah di yaumil akhir nanti.
Jika engkau merasa bahwa segala yang di sekitarmu pekat dan gelap
Tidakkah dirimu curiga?
Mungkin engkaulah yang dikirim Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka?
Berhentilah mengeluhkan kegelapan itu
Sebab sinarmulah yang sedang mereka nantikan
_
Penulis : Rahmaniar – SMKIT Khoiru Ummah