Halo, Semua! Kenalkan, namaku Nita Ulhasanah.
Sejak di bangku SD aku selalu di panggil dengan sebutan Nita, sedangkan dirumah aku di panggil dengan sebutan Anit. Mengapa Anit? Karena aku merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dan adikku lah yang memanggil dengan sebutan A nit yang berarti adalah kakak Nita dan kami juga memiliki seorang kakak yang bernama Laila yang di panggil A Lala yang berarti adalah Kakak Laila, dan aku memiliki seorang adik yang bernama Nida dan dialah yang memberikan panggilan yang unik untuk kakak-kakaknya.
Aku dan keluargaku tinggal di kalsel, tepatnya di sebuah perkampungan yang indah, yang dikelilingi dengan pohon-pohon. Ini adalah pertama kalinya aku menulis dengan seluruh keterbatasan dan kekakuan yang aku tuangkan dalam sebuah tulisan yang akan menceritakan tentang sebuah perjuanganku memaksakan diri keluar dari zona aman, ditengah kesibukan mengerjakan skripsi dan juga bekerja sebagai guru di SIT Ihsanul Amal Alabio.
Kini aku berprofesi menjadi Guru Al-Qur’an di Sekolah yang bergengsi yaitu SIT Ihsanul Amal Alabio, suatu permulaan yang aku hadapi ketika harus menjadi seorang guru dan juga berperan sebagai seorang mahasiswa semester akhir yang selalu bercengkrama dan bermain-main dengan banyaknya buku referensi. Bahkan pada saat itu aku tidak membayangkan bagaimana kelanjutan hidupku setelah wisuda! Apakah bekerja atau melanjutkan sekolah pondok pesantren untuk memperkuat hafalan Al-Qur’an dan fokus untuk mengaji ilmu agama dan mempelajari kitab-kitab. Bahkan pada saat itu aku telah membulatkan tekad ku untuk masuk pondok pesantren setelah wisuda bagaimanapun caranya.
Namun, semua itu sirna keinginan untuk melanjutkan sekolah pondok pesantren hanyalah sebuah angan-angan belaka. Takdir berkata lain. Seiring bertambahnya usia kebutuhan hidup pun semakin tak terkendali banyaknya keinginan dan banyaknya biaya perkuliahan yang bagaikan mimpi buruk yang membuat keinginan untuk sekolah pondok pesantren hilang, karena tidak ingin membebani kedua orang tua lagi. Sampai pada waktu saat skripsi sudah berada di bab IV lalu datanglah seorang wanita yang 3 tahun lebih tua dariku datang menghampiriku yang merupakan kakak sulungku (A Lala) ia datang membangunkan lamunanku yang semenjak tadi hanya termenung di depan laptop dan bermain-main dengan buku referensi dan jurnal-jurnal, ia datang sembari berkata: “Di SIT Ihsanul Amal tempat kakak bekerja membuka lowongan pekerjaan yang membutuhkan Guru Al-Qur’an, dan kakak rasa kamu cocok untuk menjadi Guru Al-Qur’an disana, sambil mencari pengalaman”. Begitulah kira nya kalimat yang memuat sebuah informasi ia sampaikan kepadaku yang menurutnya profesi tersebut sangat cocok dengan latar belakang perkuliahan tempat aku menimba ilmu (Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Amuntai/STIQ Amuntai). Aku hanya menganggukkan meng iyakan dan menunjukkan rasa tidak ketertarikan ku, pada saat itu aku masih berpikir amat pendek, pikiran ku melayang kemana-mana dan di iringi dengan sebuah pertanyaan dan menjawabnya sendiri. Apakah skripsiku dan kuliahku akan selesai jika aku sambil bekerja? Tidak mungkin pasti akan sulit mengatur waktu antara bekerja dan mengerjakan skripsi, jawabku di dalam hati.
Keesokan harinya pada sore hari aku mengajar les privat ngaji dengan senang, ber do’a dan bercerita banyak hal, aku menyukai setiap waktu bersama anak-anak ketika ia sudah banyak cerita berarti anak tersebut juga menyukai kita dan mempercayakan segala hal kepada gurunya. Tanpa di sadari, sebuah pikiran positif masuk ke otakku dan aku mulai menemukan titik terangnya, bahwa menjadi Guru les Al-Qur’an dan mengerjakan skripsi bukanlah suatu alasan yang tepat untuk menolak sebuah lowongan pekerjaan, yang kini banyak pengangguran berasal dari S1 dari dunia perkuliahan. Banyak yang kuliah sambil bekerja dan itu bukanlah suatu masalah yang mendasar yang bisa dijadikan alasan untuk tidak bekerja dan hanyalah bermalas-malasan, bahkan mereka bisa menyelesaikan kuliah nya tepat waktu, dan mereka bisa mengapa aku tidak? Semua bisa di raih jika kita menjalani dengan serius dan tetap menjadikan skripsi dan kuliah sebagai prioritas yang utama.
Keesokan harinya aku memutuskan untuk mendaftarkan diri sebagai Guru Al-Qur’an baru. Pagi-pagi sekali aku bangun menyiapkan segala hal keperluan yang dibutuhkan saat melamar pekerjaan di SIT Ihsanul Amal Alabio termasuk menulis CV Lengkap yang berisi data diri. Setelah mandi dan makan aku berpamitan dengan umma mencium tangan umma bolak-balik, kata umma, “mau kemana nak?”. Mau melamar kerja ma, di SIT Ihsanul Amal Alabio” kata ku. Umma mengukir bibirnya dengan senyuman setelah mendengar perkataanku, aku tahu pasti makna di balik senyuman tersebut dan juga ada doa yang beliau selipkan. Seperti halnya, Alhamdulillah anakku sudah beranjak dewasa, dan mandiri semoga kesuksesan selalu berpihak pada mu.
Kendaraan beat hitam ku nyalakan dan tak lupa untuk membaca basmallah, tak sempat 10 menit aku sudah berada di parkiran SIT Ihsanul Amal dengan membawa sebuah map yang berisi data diri foto dan ijazah SMA, karena jarak antara rumah dan sekolah tersebut terbilang dekat. Sesampainya di SIT Ihsanul Amal aku tidak langsung mengantarnya ke kantor Manajemen. Namun aku berbelok dulu ke ruang UKS yang merupakan tempat kerjanya kakak ku, kakak ku merupakan lulusan Akbid (Akademi Bidan) yang kini berperan sebagai Humas SIT Ihsanul Amal dan Pembina UKS. Aku ditemani kakak ku untuk mengantar map yang berisikan lengkap dengan data diri dan foto. Sesampainya di ruang manajemen map tersebut langsung ku serahkan kepada ustadzah yang berada di sana, beliau memastikan kembali kelengkapan berkas yang di bawa dan no. tlp nya, agar beliau mudah menghubungi.
Beberapa hari kemudian masuklah pesan Whatsaap yang mengabarkan tentang rangkaian agenda tes calon guru SIT Ihsanu Amal, dengan perasaan dag dig dug ku terima pesan tersebut. Perasaan haru, senang dan gelisah campur aduk karena nanti akan melakukan berbagai macam tes, sedangkan pada saat itu aku sakit demam yang sangat tinggi hingga membuat pusing. Esok harinya dengan sekuat tenaga ku nyalakan motor beat hitam ku kembali menuju SIT Ihsanul Amal Alabio dengan tepat waktu. Rasa gelisah muncul yang membuatku tidak konsentrasi terhadap apa yang di sampaikan oleh Direktur Operasional SIT Ihsanul Amal yaitu Ustadz Amiruddin, Spd. Esok harinya aku kembali datang ke Sekolah Ihsanul Amal Alabio dan inilah pertempuran awal, disana aku berperang melawan rasa sakit demam yang ada di tubuhku dengan memaksakan mengikuti rangkaian tes yang dilakukan. Pada hari itu ada Tes Tertulis, Tes Mengaji Al-Quran, tes bermain peran dan tes IT (Ilmu Teknologi). Satu persatu tes pada hari itu telah aku lewati tanpa ada harapan lulus, karena dengan keadaan sakit yang menyebabkan segalanya tidak ter organisir dengan baik.
Selang 1 minggu kemudian masuk lagi sebuah pesan dari Ustadzah Ni’matul jannah beliau menyampaikan bahwa besok harus tes wawancara langsung dengan ustadz Amiruddin S. Pd. Pada saat wawancara aku masih berada dalam tahap pemulihan, masih dalam keadaan yang kurang vit. Pada saat wawancara di sana Ustadz Amir hanya menanyakan beberapa pertanyaan saja seperti: Jika anda terpilih menjadi Guru di SIT Ihsanul Amal apakah anda bersedia tanda tangan kontrak dan apakan anda sudah tahu konsekuensinya jika anda berhenti di tengah jalan? Dan apa pendapat orang tua mu ketika kamu di nyatakan lulus dan menjadi bagian dari SIT Ihsanul Amal ini? Lalu aku menjawabnya dengan menganggukkan kepala sembari berkata, “Ya ulun mengetahui konsekuensi jika ulun berhenti di tengah jalan, dan kata umma jika sudah menjadi bagian SIT Ihsanul Amal tetaplah fokus di situ karena mungkin rezeki mu memang sudah ada di Ihsanul Amal”. Lalu setelah wawancara beliau juga melakukan tes hafalan kata beliau “sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an” dengan tertunduk malu aku menjawab “InsyaaAllah 8 Juz ustadz tapi yang mutqin hanya 1 juz”, “Juz berapa?” kata Ustadz Amir. “Juz 30 Ustadz” lalu ustadz Amir tertawa dan aku pun juga ikut tertawa malu. “ Ya Udah bacakan Surah Al-Fatihah dan Surah Al-Buruj ayat 1-5 pakai Nada Hijaz Wafa” dengan jantung yang berdetak seolah-olah jantung pun ikut melantunkan ayat suci tersebut. Dengan Nada Hijaz Wafa aku memulai nya dengan Ta’awudz dan Basmallah Surah Al-Fatihah mulus ku lantunkan dan Surah Al-Buruj pun berhasil di lewati sampai 10 ayat, padahal yang di minta hanya 5 ayat saja. Namun ada koreksi dari beliau kata beliau ada nada yang meleset tapi tak apa, nanti bisa di pelajari dan mendengarkan audionya juga. Dan pada hari itu saya di nyatakan lulus dan resmi menjadi calon guru SIT Ihsanul Amal dan besoknya di minta lagi untuk berhadir ke sekolah untuk tanda tangan kontrak.
Usai Tanda tangan kontrak pekerjaan dan mengetahui segala peraturan yang ada di SIT Ihsanul Amal Alabio, aku mengikuti pelatihan sebagai peserta guru baru selama 15 hari yang diisi dengan materi-materi yang luas dan disampaikan oleh mentor-mentor SIT Ihsanul Amal yang hebat. Pada pelatihan Guru Baru banyak motivasi-motivasi yang di dapatkan seperti halnya pada hari ke 13 yang diisi oleh Ustadz Amir yang mana beliau mengatakan bahwa: Biasakanlah untuk berfikir luas, karena dengan itu kita bisa melihat didalam setiap keburukan pasti ada kebaikan, begitupun sebaliknya dalam setiap kebaikan pasti ada keburukan. Seperti halnya kotoran sapi jika kita hanya berpikiran sebatas oh kotoran sapi itu, menjijikkan dan bau jika hanya berpikiran seperti itu kita hanya melihatnya buruk. Namun jika berpikiran luas maka dibalik kotoran sapi yang menjijikkan dan bau itu terdapat suatu kebaikan yang mana kotoran sapi tersebut sangat berguna bagi petani, kotoran sapi yang menjadi pupuk untuk menanam tumbuhan seperti pepaya, pohon mangga dsb. Kalupun kita hanya berpikiran sempit kita tidak akan tahu bahwa dibalik keburukan pasti ada terselip kebaikan. Seperti halnya kotoran sapi yang menjadi pupuk organik. Bahkan didalam kebaikan juga terdapat keburukan seperti halnya makan-makanan yang instan, makan itu memang baik bagi kesehatan dan menunjang kesejahteraan jasmani, namun jika kita terlalu sering menyantapnya dan terlalu banyak dalam makan itu akan berdampak buruk bagi kesehatan. Bukankah Rasulullah mengajarkan agar kita tidak terlalu berlebihan dalam segala sesuatu seperti halnya dalam makanan, bahkan Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tubuhnya”. Dan Rasulullah juga membagi pola makannya “1/3 untuk makanan, 1/3 untuk air dan 1/3 untuk udara. Dan hal ini yang membuat Rasulullah menjadi sehat.
Sampai tibanya sekolah sudah kembali turun, namun hanya 3 hari dengan sistem tatap muka terbatas. Pada pukul 07.30 aku berdiri tepatnya didepan kelas untuk menyambut anak-anak yang hadir kesekolah dan menyapa nya dan memeriksa segala protocol kesehatannya memeriksa masker, dan menganjurkan untuk mencuci tangan sebelum masuk kelas. Setelah anak-anak sudah terkumpul aku berdiri di depan kelas untuk menanyakan khabar anak-anak serta sholat dhuha bersama anak-anak dengan di imami oleh salah satu anak laki-laki.
Setelah sholat dhuha dilanjutkan dengan murajaah dan menghafalkan surah, namun ada seorang anak yang mengeluh bahwa ia tidak mau murajaah, menghafal dan juga belajar. Aku sangat memahami kondisi anak tersebut, karena ini merupakan tatap muka pertama setelah sekian lama libur. Pastilah ia masih terbawa suasana belajar dirumah secara online yang hanya santai. Pada hari pertama ku urungkan niat untuk terlalu serius dalam mengajar di dalam mengajar aku lebih sering bercerita dan bersikap terbuka dengan anak-anak. Pada hari itu anak-anak ku persilahkan untuk maju kedepan dan duduk berjajar disampingku. Ada seorang anak yang menyendiri Karena ia malas belajar, lalu ku hampiri anak tersebut dengan melengkungkan senyuman di wajahku, dan satu persatu pertanyaan ku ajukan kepada anak tersebut, satu pertanyaan yang diawabnya sangat antusias yaitu “nak, apa hobi kamu dan apa yang kamu lakukan selama dirumah?” bermain game naruto, kata anak tersebut, lalu dengan pelan disana ku masukkan kata-kata bahwa aku juga menyukai naruto dan sejak kecil sering menontonnya, namun sejak saat ini aku tidak pernah lagi menonton naruto, lalu disana aku minta ceritakan kembali semuanya tentang naruto yang merupakan tokoh kartun kesukaan anak tersebut, disana ia sangat banyak bercerita dan sangat ceria sekali. Disana ku temukan satu pelajaran bahwa seorang pendidik harus menjadi pribadi yang terbuka dan ramah pada anak agar anak-anak merasa nyaman dan merasa diperhatikan. anak-anak akan bercerita banyak terkait dengan segala hobinya, sejak saat itu anak tersebut sangat bersemangat belajar, dan ceria. Tidak hanya kepada anak tersebut namun kepada anak-anak yang lain juga. Kegiatan sekolah lancar di jalani tanpa adanya suatu hambatan.
Untuk memotivasi anak-anak, aku sedikit bercerita bahwa aku juga masih merupakan seorang mahasiswa, lalu anak-anak sangat antusias mendengarkan ceritaku. Mereka berkata: ustadzah kita ternyata masih sekolah seperti kita dengan diiringi tawa, dan juga bertanya apakah ustadzah juga memiliki banyak tugas? Jawabku ya ada banyak, karena ustadzah juga menghafal seperti kalian dan juga mengerjakan tugas agar bisa lulus kuliah, dengan kepolosan anak-anak tersebut yang megajukan pertanyaan satu persatu. Dan anak-anak tersebut menjawab aku juga ingin seperti ustadzah, aku juga ingin sekolah dan lulus lalu sampai kuliah. Di sana ku jelaskan dan berikan pengertian bahwa tidak hanya anak-anak saja yang di tuntut untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah namun seorang guru juga masih harus belajar dan mengerjakan tugas. Sama sepertinya aku yang masih harus belajar menjadi seorang guru yang baik dan diiringi dengan mengerjakan tugas kuliah, karena pada dasarnya, seorang guru harus belajar, belajar, belajar dan mengajar agar mendapatkan hasil yang maksimal sehingga apa yang akan di ajarkan akan menuai hasil, akan mudah dipahami oleh anak-anak.
Setelah mengajar aku langsung bergegas pulang dan mengerjakan skripsi karena besoknya aku akan bimbingan dan mengikuti sidang terbuka/Munaqasyah skripsi dan mendapatkan acc dari dosen pembimbing. Segala lika-liku ujian skripsi telah berhasil ku lewati sampai kini aku berada di tahap akhir.
Setelah pulang sekolah aku langsung mencetak skripsi dan langsung mengumpulnya kepada biro skripsi, perjuanganku tidak hanya sampai situ, bahkan aku selalu bolak-balik untuk mencetak skripsi yang masih terdapat kesalahan dalam mencetak dan selalu pulang pada sore hari. Akhir nya pada hari ahad, aku mengikuti sidang terbuka dan menjawab segala pertanyaan dosen penguji satu persatu. Dengan judul skripsi mengenai Kendala Mahasiswa dalam menyelesaikan target hafalan Al-Qur’an yang ada di STIQ Amuntai. Ada salah satu dosen yang bertanya, beliau menanyakan “terkait dengan judul kamu, apakah kamu sendiri memiliki kendala dalam menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mengerjakan skripsi tersebut, apalagi sekarang kamu sudah bekerja”. Aku menjawab dengan tegas, bahwa aku pribadi tidak memiliki kendala dalam menghafal dan mengerjakan skripsi. Bagiku pekerjaan dan tugas adalah suatu kewajiban yang sangat berkaitan satu sama lain dan selama bekerja aku tetap mem prioritaskan hafalan dan juga skripsi. Setelah satu jam lebih aku di sidang dengan beberapa pertanyaan yang mengasah kemampuan untuk berfikir lebih luas.
Setelah sidang aku langsung kembali pulang kerumah, dari seminar proposal sampai sidang terbuka aku hanya melakukannya sendiri tanpa adanya dukungan dan bantuan dari teman-teman, karna bagiku hanya aku yang mengerti dari setiap isi tulisan skripsi ku.
Aku sidang terbuka tanpa didampingi oleh orang-orang terdekat, aku iri kepada teman-teman yang ketika sidang didampingi dan di semangati oleh teman-temannya. Bahkan saat selesai sidang mereka banyak mendapatkan kado dan buket bunga, sedangkan aku pulang dengan tangan kosong, tapi tak mengapa, semua itu tidak terlalu penting yang penting aku pulang dengan membawa senyum kebahagiaan yang menandakan bahwa aku telah selesai ujian. Umma yang melihatnya pun, juga ikut tersenyum. Akhirnya lulus tepat waktu kata umma dan nilai plusnya sudah mendapat pekerjaan tanpa harus terlalu lama menganggur.
Dan akhirnya aku lulus dengan nilai sangat memuaskan. Pada saat wisuda aku tetap melaksanakan kewajibanku sebagai guru yang mengajar secara online, mengoreksi hafalan anak-anak dan memberikan apresiasi kepada anak-anak yang telah mengirimkan setoran hafalannnya pada hari itu.
Kata pak Bin salah satu tokoh yang ada di dalam karya tereliye dia mengatakan: Meski kita telah bekerja keras setiap waktu, belenggu kemiskinan tetap menjerat erat akibat ketidaktahuan, akibat dangkalnya pendidikan. Itulah pentingnya sekolah, agar kita bisa menghancurkan belenggu itu.
Nah, Kesuksesan ada di tanganmu sendiri, bangunlah dari tidur mu kejarlah mimpi itu, raihlah kesuksesan tersebut, Karena hasil tidak akan menghianati proses. Tegakkan lah pohon cita-citamu setinggi mungkin. Langit adalah batasnya. Siapa saja bisa menggapai mimpi jika bersungguh-sungguh semua nya akan terwujud.
_
Penulis : Nita Ulhasanah – SIT Ihsanul Amal Alabio