Saat pertama mengabdikan diri untuk menjadi seorang guru, saya diberikan kelompok yang terbilang aktif dalam segi argumen maupun perilaku. Kelompok yang didalamnya memiliki anak anaknya luar biasa cerdas. Saya diberikan tempat yang sangat strategis pada saat itu, kami mengaji di area playground, area yang sangat strategis untuk bermain sambil belajar. Sulit ? tidak juga. Area tersebut, area yang terbilang sangat bagus untuk anak-anak kinestetik. Kami memberikan peraturan yang mampu memberikan mereka ruang untuk berekspresi dan duduk dengan baik ketika mengaji. Anak kinestetik tidak perlu diberikan peraturan yang mengekang mereka tetapi memberikan ruang untuk berekspresi tetapi tetap pada adab ketika mengaji. Salah satu peraturan saat itu adalah, duduk dengan baik dan tirukan teman teman ketika membaca setelah itu diberikan jeda 2-3 menit mereka bermain dan beralri di area, setelah itu mereka akan duduk kembali ketika diberikan kode untuk duduk dan melanjutkan mengaji. Inilah awal mereka mengaji dengan baik untu mereka. Menguatamakan kejujuran serta adab yang baik ketika mengaji. Kejujuran ketika kita berjanji kepada mereka dan adab ketika mengaji dengan baik.
Banyak cerita dari mereka masing-masing, dari hal yang membahagiakan, sedih hingga kesal. Kilas balik dari semua itu adalah sangat membahagiakan ketika bercerita hari ini. Bagaimana mereka hari ini, bagaimana mereka mencintai satu sama lain. Sebut saja dia A yang salah satu siswa yang kinestetik tersebut. Dia A adalah salah satu siswa yang menjadi pemicu hiperaktif dalam kelompok saat itu. Hampir setiap hari dia A selalu memberikan warna setiap harinya. Salah satu contohnya seperti ini ke kamar mandi tetapi ketika ingin ke kamar mandi dia A tidak melewati pagar playground dengan berteriak-teriak.
Memberikan nasihat tidak bisa kita lakukan hanya satu atau dua kali saja, melainkan ribuan maupun hingga ratusan kali pun perlu kita sampaikan. Begitu juga dengan dia A, yang setiap mengaji setiap hari usil, tidak bisa duduk dengan baik hingga membuat temannya menangis. Sampai harus ditahan juga untuk mengaji setelah teman-temannya selesai mengaji. Hingga suatu hari saya pun tak kuasa menahan amarah saya kita saya marah saat itu, iya… saya juga merasa sedih saat itu. Saat dimana saya marah kepadanya. Setelah saya tersadar, saya meminta maaf kepada si A. Darinya saya belajar ketulusan, sorot mata dia yang begitu tulus saat itu membuat saya terenyuh seketika melihatnya.
Hari berganti har, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Akhirnya setelah kurang lebih dua tahun tidak mengajarnya mengaji, akhirnya datanglah hari divana saya mengajarnya kembali. Iya… saya vengajar dia si A saat dia masih TK B. Saat saya mengajarnya kembali, disinilah saya mengetahui anak yang dulunya sulit ketika diberitahu sekarang menjadi siswa yang begitu santun dan selalu tertib ketika mengaji. MasyaAllah… Melihatnya kini berbeda jauh ketika dia masa-masa dulu dan sekarang. Kini dia selalu tertib mengaji dan selalu bersemangat ketika dia mengaji. Pada saat itu dia telat masuk zoom, iya pembelajaran kita pada masa pandemi ini menggunakan aplikasi zoom. Saat dia telat, Dia meminta maaf karena telat masuk dan meminta tambahan untuk mengaji karena tadi telat masuk. Dan ada kata yang membuat hati saya saat itu begitu bahagia, dia si A berkata seperti ini “ustdzah, ustdzah tahu ga? hari ini aku sangat bersemnagat sekali untuk mengaji dan aku juga sangat senang mengaji bisa bertemu dengan teman teman dan ustdzah juga”. Disitu saya tersenyum penuh gembira. MasyaAllah… inilah salah satu nikmat mengajar yang luar biasa yang saya rasakan.
Dia A memberikan banyak pengalaman bagi saya dalam bagaimana memahami setiap karakter dalam diri siswa kami, tidak ada siswa yang tidak mampu menyerap apa yang kita sampaikan tetapi siswa hanya membutuhkan waktu yang berbeda untuk menyerap apa yang kita sampikan. Ada teman saya berkata bahwa tidak ada siswa yang bodoh dan tidak ada kata sia sia dalam memberika mereka materi kemudian mereka belum bisa menyerapnya, karena mencari ilmu bukan hanya sekedar hasilnya tetapi proses membentuk pribadi mereka untuk menjadi lebih baik.
Begitulah teman saya saat itu berkata, saya teringat dia si A. ya… begitulah adanya. Kita tidak mampu merubah siapapun karena kita ingin saja, melainkan kita hanya mampu berikhtiar untuk merubahnya dan dalam setiap perubahan adalah hak mutklak Allah SWT yang berikan.
Darinya saya juga belajar menjadi guru yang hebat yang tidak mengeluh dengan semua yang terjadi untuk menghadapi siswa-siswi lainnya. Semua hanya membutuhkan waktu yang tepat untuk memahami dan menyerap kata dan harapan yang diinginkan kita sebagai seorang pendidik pada setiap siswa-siswi kita. Kita sebagai guru jangan pernah bosan untuk mengingatkan siswa kita, jika tidak hari ini maka masih ada hari esok…
_
Penulis : Lucky Lufita Fitriani – Sekolah Mutiara Bali