Selama hampir 2 tahun ini dunia pendidikan sedang dirundung duka karena pandemi. Ya, pandemi telah membuat wajah pendidikan benar—benar berubah. Perubahan wajah ini juga terjadi di sekolah kami, SDIT Al Uswah Banyuwangi. Selain karena pandemi, sekolah kami mengalami banyak sekali perubahan juga disebabkan oleh konflik yang terjadi di internal yayasan. Di rentang waktu antara tahun 2019 – 2020 banyak sekali guru dan kepala sekolah yang mengundurkan diri karena konflik ini, masih ditambah lagi dengan dipindahnya sebagian murid mengikuti para guru dan kepala sekolah yang mengundurkan diri ke sekolah baru yang mereka dirikan.
Di tengah badai yang hebat ini, yayasan memutuskan untuk mengganti metode pembelajaran Al Qur’an dari Ummi ke Wafa. Tentu hal ini sangat meresahkan bukan saja wali murid, tetapi juga guru. Kami pesimis akan keberhasilan pembelajaran Al Qur’an metode Wafa ini, karena pembelajaran di sekolah masih dilaksanakan secara daring. Yayasan bukan tidak mengetahui adanya keresahan ini, oleh karena itu yayasan segera mengadakan pelatihan pembelajaran Al Qur’an metode Wafa secara luring pada bulan Juli 2020, sekaligus sebagai persiapan untuk pembelajaran Al Qur’an di tahun pelajaran 2020/2021. Pelatihan ini kami beri judul “Get in Touch with Wafa”, karena ini memang pertama kalinya kami berkenalan dengan Wafa, dan akan mencoba menyukainya.
Memang benarlah kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang”. Sebelum mengikuti pelatihan kami pesimis akan keberhasilan metode baru ini. Tetapi setelah bertemu dengan para trainer Wafa dan mengikuti pelatihannya, kami mulai senang dengan metode baru ini. Bahkan sebagian dari kami langsung mengunduh aplikasinya dari ‘Play Store’ untuk lebih mendalami metodenya. Kami mulai optimis untuk menggunakan metode ini dalam pembelajaran bersama siswa meskipun masih dengan moda daring. Bersyukur lagi karena ternyata berdasarkan hasil tashih 30 guru peserta pelatihan dari SDIT Al Uswah, 6 di antaranya sudah siap munaqosyah, dan yang lain berkisar di level 3 sampai 6. 6 orang yang sudah siap munaqosyah ini bisa diberdayakan untuk membimbing teman-teman yang lain.
Setelah pelatihan selesai maka dimulailah perjuangan kami yang sesungguhnya untuk mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak di sekolah. Diawali dengan pelaksanaan ‘Qur’anic Parenting Online’ untuk memeperkenalkan metode baru ini kepada wali murid di semua sekolah dalam satu yayasan. Di pertemuan itu banyak wali murid yang menanyakan alasan perubahan metode pembelajaran Al Qur’an dari Ummi menjadi Wafa, serta menyampaikan pesimismenya atas keberhasilan metode ini karena pembelajaran masih dilakukan secara daring. Semuanya dijawab dengan meyakinkan oleh pengurus yayasan, bahwa kita bisa.
Karena pandemi masih belum usai dan sekolah masih dilaksanakan dengan moda daring, maka kami di sekolah harus membuat formula yang tepat agar siswa bisa mudah memahaminya. Dimulai dengan konversi jilid, yaitu penyesuaian pencapaian dari Ummi ke Wafa. Proses ini sempat menimbulkan sedikit masalah di kalangan wali murid, karena mereka menganggap putra putrinya mengalami penurunan jilid. Kami jelaskan bahwa mereka tidak turun jilid tetapi menyesuaikan, karena metode Ummi mempunyai 6 jilid ditambah ghorib dan tajwid, sedangkan Wafa mempunyai 5 jilid ditambah tajwid dan ghorib. Kami yakinkan wali murid bahwa meskipun mungkin jilidnya lebih rendah tetapi kemampuan anak-anak tidak menurun dan insya Allah akan lebih cepat sampai ke Al Qur’an.
Selain meyakinkan siswa dan orangtuanya, kami juga berusaha memberikan pelayanan yang prima. Guru-guru yang telah mencapai level siap munaqosyah diberdayakan untuk memberikan pembinaan tahsin. Ada 6 kelompok kecil guru berdasarkan levelnya, yaitu 3 kelompok level 3, 2 kelompok level 4, dan 1 kelompok level 5. Pembinaan ini dilaksanakan satu kali dalam sepekan. Selain memperbaiki bacaan Al Qur’an para guru juga menambah dan menjaga hafalannya. Hal ini dilakukan guru demi memantaskan diri di depan siswa, agar kami juga melakukan apa yang dilakukan oleh siswa. Hal ini kami yakini sebagai salah satu faktor kesuksesan sebuah proses pembelajaran.
Pembelajaran harian dilaksanakan dalam kelompok – kelompok kecil, yang dimulai dengan pembuatan grup Whatsapp. Materi pembelajaran dikirimkan melalui pesan suara di grup tersebut. Jika pencapaian halamannya tidak sama, maka kami memberikan keterangan di bawahnya berdasarkan halaman. Setelah guru mengirim materi, maka siswa diminta menyetorkan rekamannya mengaji di rumah. Di sini masalah mulai timbul. Para orang tua banyak yang kesulitan mendampingi anaknya mengaji dari rumah, biasanya masalah berasal dari orang tua yang bekerja dan yang merasa tidak bisa mengaji. Untuk yang mengalami masalah kami memberikan kesempatan kepada siswa untuk datang dan mengaji ke sekolah, minimal sekali dalam sepekan. Kami hanya memberikan pelayanan tatap muka untuk siswa yang bermasalah sekali dalam sepekan saja, karena di hari lain ada jadwal tes kenaikan jilid bagi siswa yang telah menyelesaikan tahsinnya. Ya, tes kenaikan jilid kami laksanakan secara tatap muka, agar hasilnya lebih bisa dipertanggungjawabkan. Meski cuma sekali, hal ini sudah lebih melegakan dan mulai menguraikan beberapa masalah yang terjadi di lapangan.
Alhamdulillah, dengan kerjasama yang solid dan keyakinan akan pertolongan Allah, pembelajaran Al Qur’an di SDIT Al Uswah Banyuwangi dengan menggunakan metode Wafa bisa berjalan dengan baik. Meskipun dengan moda daring, banyak di antara siswa kami yang lebih cepat menyelesaikan jilidnya dan naik jilid melebihi target waktu yang telah ditentukan. Demikian juga dengan guru-gurunya. Dalam tashih yang dilaksanakan saat pelatihan terakhir, 90% guru telah naik level dari sebelumnya. Semua karena program tahsin pekanan di sekolah.
Pandemi ini memang lama dan tak tahu kapan berakhir, tetapi tidak boleh membuat pesimis dan menyurutkan langkah kita. Dari pengalaman bersama Wafa ini kami bisa mengambil hikmah bahwa, kesungguhan dan keyakinan akan pertolongan Allah adalah salah satu kunci sukses dalam proses pembelajaran. Apalagi yang kita ajarkan adalah kalamullah, panglima segala ilmu. Dan yang paling penting adalah, kita sebagai gurunya juga menjalani proses yang sama dengan siswa kita, yaitu terus belajar dan menghafal serta merutinkan tilawah Al Qur’an. Hal ini yang membuat proses pembelajaran itu berjalan baik dengan sendirinya.
_
Penulis : Dyna Rukmi HS – SDIT Al Uswah Banyuwangi