‘Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya’ (HR. Bukhori). Sepenggal hadits di atas selalu menjadi penyemangat dalam hati untuk terus belajar memperbaiki bacaan Al-Quran. Begitu pula untuk mengajarkannya. Berbicara soal dinamika belajar Al-Quran tentu ada suka dukanya. Tidak semulus jalan tol, pasti setiap ustadz memiliki kendala masing-masing. Dan kendala itu Insya Allah akan terlewati dengan baik. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Insyirah:5-6, Allah SWT berfirman:
اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا (٦) فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا(٥)
Artinya: Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Al-Insyirah: 4-5)
Berawal dari mendapat amanah untuk mengampu BTAQ (Baca Tulis Al-Quran) di tahun pelajaran ini. Mata tercengang, hati gundah gulana, pikiran tak karuan. Mengapa nama saya masuk dalam daftar pengampu BTAQ? Dalam hati, background saya kan guru kelas. Masih terngiang, saat di tes tasnif oleh Ustadz Dody. Beliau berkata,”Ustadz, belajar wafa 3 lagi ya. Semangat.” Sejenak berpikir, apakah layak mengampu BTAQ dengan capaian masih jilid 3? Karena prinsipnya, amanah tak salah memilih pundak. Maka dengan modal ‘bismillah’ berupaya sebisa mungkin untuk ngopeni kelompok BTAQ.
Kelompok yang diamanahkan kepada saya ada 16 siswa. Rata-rata capaiannya jilid 1 halaman akhir (42-44). Kondisi masih pandemi, sesuai kebijakan dari sekolah proses belajar mengajar menggunakan sistem daring. Tambah pusing saya. Belum ada gambaran mengajar ngaji pakai sistem daring. Konsep trial and error menjadi upaya untuk terus mencari metode yang tepat. Pertama, saya coba menggunakan rekaman. Guru memberikan contoh bacaan melalui rekaman, kemudian siswa mengirimkan rekaman bacaan jilid wafanya. Dua pekan menggunakan cara ini, nampakanya belum efektif. Dari 16 siswa, rata-rata yang mengirimkan rekaman 3-5 siswa saja. Dan siswa yang mengirim rekaman itu-itu saja. Yang lain kemana ini?
Pekan selanjutnya, saya coba untuk menggunakan metode videocall. Di grup WA setiap Senin pagi saya buatkan list jadwal videocall selama sepekan. Ketentuannya, setiap anak mengisi satu waktu. Saya coba sepekan nampaknya gayung bersambut. Wali siswa antusias untuk mengisi jadwal ngaji via videocall. Semua siswa selalu mengisi jadwal dan melakukan videocall. Mendapat tanggapan yang positif dari siswa, akhirnya jadwal videocall saya tambah. Setiap siswa boleh mengisi 3x dalam sepekan. Masya Allah, wali siswa semakin antusias. Dalam hati terbesit, sepertinya ini metode yang tepat di kelompok saya.
Alhamdulillah pembelajaran berjalan dengan lancar. Memang ada satu siswa yang capaiannya paling bawah. Jika rata-rata siswa sudah sampai halaman akhir, siswa yang satu ini baru sampai halaman 20. Sebut saja Sahid (bukan nama sebenarnya). Meskipun tertinggal dari teman-temannya, Sahid selalu bersemangat untuk belajar ngaji wafa. Alhamdulillah, modal semangat Insya Allah akan dimudahkan oleh Allah untuk terus belajar. Dari sekolah memang memiliki visi Qur’ani, jika dipaparkan dalam tujuan yaitu menumbuhkan rasa cinta terhadap AL-Qur’an. Sebagai guru, rasanya senang jika ada siswa yang selalu bersemangat belajar ngaji. Berikut beberapa pengalaman yang membakar semangat untuk terus belajar ngaji dan memperbaiki bacaan Al-Qur’an.
Setiap hari minta videocall. Tepat setiap pukul 08.00 Sahid sudah standby di depan smartphone. Sudah berpakaian rapi, memakai baju muslim berpeci. Biasanya mengirim voicenote terlebih dahulu,” Asslamu’alaykum Pak Guru, saya sudah siap ngaji.” Hati ini tambah tersentuh melihat seorang siswa semangat ngaji. Saat mengaji pun tidak banyak yang saya ajarkan. Setiap pertemuan 3-4 baris. Nanti jika lancar, ditambah lagi. Jika belum lancar diulang-ulang. Bahkan diulang-ulang di hari berikutnya.
Belum mau mengerjakan tugas lain, jika belum ngaji wafa. Sahid juga memiliki tugas belajar seperti tematik, PAI (Pendidikan Agama Islam), Bahasa Inggris, Basa Jawa, pendidikan batik. Namun menurut penuturan orangtuanya, Sahid belum mau mengerjakan tugasnya jika belum ngaji wafa. Masya Allah, lagi-lagi tersentuh dengan semangatnya. Pernah suatu ketika, saya sedang ada keperluan mendadak. Sehingga videocall baru bisa dilaksanakan pukul 9.30 WIB. Dengan permohonan maaf, ternyata Sahid masih menunggu di depan HP. Dengan ekspresi wajah yang agak lesu, kemudian kami melakukan ngaji bersama. Setelah itu orangtuanya Sahid menyampaikan jika, anaknya dari tadi belum mau mengerjakan tugas yang lain. Pengennya ngaji dulu. Masya Allah.
Buku wafa selalu dibawa kemana-mana. Tidak sengaja beberapa kali melihat status dari orangtuanya Sahid, dalam perjalanan di mobil Sahid sedang mengulang-ulang baca wafa. Dalam hati terbesit doa, semoga menjadi anak yang sholih dan ashabul Quran, hatinya terpaut dengan Al-Quran. Allahumma Aamiin. Tepatnya di pagi hari, jadwal videocall. Posisi saat itu Sahid dalam perjalanan menuju rumah simbahnya di Gunungkidul. Masya Allah, meskipun sedang perjalanan kesiapan untuk ngaji sama persis saat ngaji di rumah. Yaitu: berpakaian rapi, memakai peci dan juga wafa sudah siap digenggamannya.
Demikian sekilas kisah yang saya alami. Inspirasi bisa jadi datang dari sekitar kita. Bahkan tanpa disadari bisa jadi datang dari murid kita. Tetap semangat belajar Al-Quran, tetap istiqomah mengajarkan AL-Quran. Semoga Allah ridhai setiap langkah kita. Aamiin. Wallahu a’lam bisshawab.
_
Penulis : Adib Muhammad – SDIT Ar Raihan