Sore hari itu, angin berhembus menyapu jilbab seorang ibu muda yang sedang duduk di belakang rumahnya, namanya Umi Maimunah. Matanya bergerak ke kiri dan kanan menyapu pemandangan di belakang rumah. Matanya menatap hamparan air yang berwarna hitam dan itulah sebab kampungnya dinamakan banyu hirang.
Dalam pada itu, Umi Maimunah adalah seorang perempuan berumur 35 tahun yang memiliki 4 orang anak. Pekerjaannya adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga adalah sebuah jabatan yang sungguh mulia bagi seorang perempuan. Nama anak-anaknya adalah Amel, Muzaki, Aya, dan Nadiya.
Matahari mulai bersembunyi di kaki langit barat, tak lama kemudian suara adzan maghrib pun berkumandang. Umi Maimunah segera mengambil air wudhu untuk bersiap sholat maghrib. Selesai sholat, ia mengangkat kedua tangannya sambil mendoakan ke 4 anaknya agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah serta dekat dengan Al- Qur’an. Baginya harta terbesar adalah ketika memiliki anak yang sholeh dan sholehah. Butiran air berwarna bening menetes dipipinya sambir merayu-rayu Allah SWT. Ia mengadukan pada Allah tentang kekhawatirannya pada anak ketiganya yang bernama Aya. Aya adalah anaknya yang berumur 6 tahun, ia agak susah di ajak belajar ngaji karena ia mudah bosan.
Setelah sholat, entah dari mana asalnya, Umi Maimunah tiba-tiba terpikir untuk meminta bantuan kepada guru tahfizh di sekolah anak nya yang kedua yang bernama Ustadzah Aina.
Setelah sholat maghrib, ustadzah Aina yang baru saja menyelesaikan membaca surah Al-Waqi’ah favoritnya tiba-tiba mendengar handphonenya berdering. Ternyata dari Umi Maimunah. Kebetulan mereka sudah saling mengenal karena ustadzah Aina adalah guru Tahfidz disekolah anaknya yang kedua.
“Assalamualaikum Ustadzah”
“Wa’ alaikumussalaam wr.wb”
“Bisakah saya meminta bantuan ustadzah untuk mengajar anak saya yang ketiga belajar Al-Qur’an?”
“InsyaAllah bisa bunda, mau langsung besok bunda?”
“Iya ustadzah, kalau boleh, mau langsung besok”
Waktu berlalu sudah hampir satu jam, Umi Maimunah baru menutup telponnya. Umi menceritakan anaknya yang bernama Aya adalah anak yang mudah bosan saat belajar. Anak yang mudah bosan saat belajar memerlukan seorang guru yang memiliki metode menyenangkan saat mengajar. Ustdzah Aina adalah seorang guru yang menggunakan metode wafa saat mengajar. Metode wafa adalah metode yang sungguh menyenangkan dan tidak membosankan.
Ustadzah aina ketika ditawarkan perihal belajar dan mengajar Al-Qur’an ia pasti langsung bersemangat mengiyakan. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar dan mengajar Al-Qur’an. Menjadi guru Qur’an adalah investasi amal jariyah yang sangat menjanjikan baginya. Guru Al-Qur’an adalah karyawannya Allah SWT.
Esoknya tepat pukul 2 siang menemui Aya dirumahnya dan mulai berkenalan dengan anak tersebut. Dalam hatinya berbisik ya Allah semoga atas izin Mu melalui aku anak ini Engkau permudah dalam belajar Al-Qur’an. Air matanya menetes, entah mengapa ia sering terharu apabila melihat anak-anak belajar Al-Qur’an. Dalam hatinya berkata “Aya aku adalah gurumu, aku akan mendampingimu, aku tidak akan meninggalkanmu”.
Ustadzah Aina mengajak Aya belajar buku wafa 1. Ajakan itu dilampirkan dengan sebuah senyuman termanis yang diberikan guru kepada muridnya. Aya pun terlihat bersemangat. Memang benar kata orang, yang dari hati akan sampae ke hati.
Ustadzah aina mengajar ngaji dimulai dari pengenalan huruf-huruf hijaiyah yang ada di buku wafa 1 sambil bernyanyi dan disertai gerakan gerakan yang disukai anak kecil sehingga ia juga mudah mengingat nama-nama huruf hijaiyah tersebut.
Waktu berlalu sudah setengah jam, ustadzah aina bertanya kepada Aya “Aya kalau besar cita-citanya mau jadi apa?”, ” Aya mau jadi penghafal Al-Qur’an seperti anak-anak hafidz Indonesia ustadzah” jawab Aya dengan polosnya. “Masya Allah, anak sholehah semoga Allah mudahkan cita-citamu nak, berarti kamu harus rajin belajar mengaji”. Cita-cita menjadi penghafal Qur’an adalah cita-cita yang sungguh luar biasa tak terperi.
4 bulan waktu berlalu. Umi Maimunah yang yang sedang duduk di kursi kesayangannya tersenyum manis, bibirnya melengkung bak bulan sabit. Ia bahagia tak terperi melihat anaknya yang senang menyanyikan lagu huruf-huruf hijaiyah, bahkan sudah hafal semua nama huruf hijaiyah.
Mata saya kaya roda…
Ada thoha bawa jala…
Aya menyanyikannyA dengan nyaring, sambil menggerak-gerakkan tangannya, ia nampak senang terbukti dari seringnya dia mengulang-ulang nyanyian tersebut.
Umi maimunah berterima kasih kepada Ustadzah Aina yang selama ini sudah sangat sabar dalam mengajar Al-Qur’an. Bagi ustadzah aina mengajar Al-Qur’an adalah tugas yang harus ia lakukan sampae akhir hayatnya, karena baginya semua ilmu yang ia dapatkan adalah pemberian Allah SWT yang kemudian harus ia sampaikan pula pada orang lain. Ia teringat pesan guru ngajinya saat kecil:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيركم من تعلم القرآن وعلمه
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori).
Hatinya berbisik Ya Allah berikanlah kami rezeki membaca Al-Qur’an disetiap hari kami dan buatlah hati kami selalu haus untuk bersama Al-Qur’an. Tiba-tiba air berwarna bening itu mengalir dipipinya.
_
Penulis : Nor Aina – SDIT Ihsanul Amal