Betapa merasa tidak apa-apanya ketika bertemu dengan orang-orang yang memiliki kualitas keimanan yang begitu memukau. Kesehariannya begitu mempesona, urusanannya begitu tertata, prilakunya begitu bersahaja. Sangat menyejukkan bagi orang-orang yang berinteraksi dengannya. Hal memukau lainnya adalah ketika bertemu dengan orang-orang yang memiliki banyak hafalan Alquran. Entah itu anak-anak, remaja, dewasa, bahkan yang usianya telah lanjut sekalipun. Orang-orang yang berkemauan untuk menghafal Alquran adalah orang-orang yang mensyukuri pemberian Allah, mensyukuri karunia berupa memori otak yang sangat luar biasa dalam mengolah informasi yang diterima. Penghafal Alquran juga adalah orang yang tidak mau membiarkan sel-sel otaknya tumpul, karena tidak dimanfaatkan untuk berfikir ataupun mengingat. Kelebihan lainnya dari seorang penghafal Alquran adalah bermainnya tidak hanya disektor mengoptimalkan fungsi memori otak saja, namun juga bermain dalam ranah mengoptimalkan ruhiyahnya. Menjaga kebersihan ruhiyah agar hafalan yang telah didapatkan tetap mampu bertahan dalam jiwanya adalah syarat mutlak bagi para penghafal Alquran. Agar hafalannya mampu menyinari hatinya sehingga dalam fikiran, sikap dan tindakannya terekspresi nilai-nilai yang qurani.
Saya memang bukanlah seseorang yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Namun dalam keseharian semenjak kecil orang tua saya menanamkan pentingnya belajar ilmu agama. Ketika masih kecil saya diantarkan untuk belajar mengaji (belajar baca Alquran) oleh orang tua saya. Darisanalah saya mulai untuk belajar mengenal huruf-huruf Alquran. Dengan berjalannya waktu tumbuh jadi remaja dan dewasa, alhamdulilllah jika diminta untuk membaca huruf-huruf di dalam Alquran saya bisa. Tidak lagi buta sama sekali. Saya sangat bersyukur kepada Allah dan sangat berterima kasih kepada kedua orang tua dan khusunya kepada guru mengaji saya yang akrab kami panggil uwak, karena telah mengajarkan saya membaca huruf-huruf dalam aluran. Yang tak kalah penting beliau sampai saat ini menjadi orang yang saat konsisten untuk mengajarkan baca alquran kepada anak-anak generasi penerus agama ini. Panjangnya nafas perjuangan beliau dalam mengajarkan Alquran semoga menjadi amal jariyah yang tak terhingga bagi beliau. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin..
Saat ini begitu banyak metode belajar Alquran yang bermunculan. Dari sekian banyak metode yang muncul tidak ada yang jelek, semuanya bagus. Tinggal bagaimana cara kita menggunakannya dan metode mana yang dirasa pas dengan situasi dan kondisi kita. Saat kecil dulu saya belajar membaca Alquran dengan metode Baghdadiyah atau yang lebih dikenal dengan istilah Turutan ada juga yang menyebutnya Alif-Alifan. Dewasa ini cara pengajaran dengan metode ini sudah mulai jarang digunakan, karena dirasa proses belajar dengan metode ini panjang sehingga terkesan lamban. Namun metode ini tetap menjadi acuan berbagai metode dalam mengembangkan metode pembelajarannya. Setelah semakin bertambah teman dalam pergaulan, semakin banyak saya mengetahui metode dalam belajar alquran. Ada metode iqro, metode ummi, metode yanbu’a, metode tilawati dan serterusnya. Pada umumnya masyarakat tidak terlalu mempermasalahkan mau dengan metode apa belajar membaca Alquran tersebut. Karena yang terpenting adalah dalam proses belajar tersebut, siapapun yang belajar pada hasil akhirnya nanti menjadi bisa membaca alquran dengan baik dan benar. Namun, zaman semakin berkembang, masyarakatpun membutuhkan akselerasi dalam proses pembelajaran Alquran. Apalagi zaman now dengan merebaknya gadget secara langsung ataupun tidak langsung cukup mempengaruhi tingkat kesabaran seseorang dalam proses belajar. Sehingga Metode belajar Alquran dengan metode Wafa bisa menjadi pilihan yang tepat untuk mempercepat proses belajar membaca Alquran.
Saat ini saya mengenal metode pembelajaran Alquran dengan metode Wafa dan saya turut mengajarkan metode wafa ini kepada peserta didik yang ada di sekolahan tempat kami mengajar, guru-gurunyapun mendalami metode ini. Dari pengalaman saya dalam mengajarkan Alquran, khususnya mengajar dengan metode wafa ini ada beberapa hal yang saya rasakan dan sangat penting untuk dimiliki oleh siapa saja yang mengajar alquran. Hal-hal tersebut sebagai berikut :
1. Semangat untuk jadi pembelajar
Sebelum mengajar Alquran dengan metode Wafa. Saya sudah mengetahui kalau ada belajar Alquran dengan metode Wafa. Namun pada saat itu saya belum mendalami metode ini. Tentu saja adalah hal yang wajar jika diawal-awal yang saya rasakan adalah saya masih merasa belum akrab dengan metode ini. Hal ini membuat saya bertanya dalam hati, apa bedanya metode ini dengan metode lainnya? apa kelebihan metode ini? Sehingga dengan berjalannya waktu saya mulai mengakrabi metode ini, saya banyak belajar dengan para guru-guru Alquran di sekolahan kami yang sudah lebih dahulu mendalami metode ini. Akhirnya sedikit demi sedikit saya mulai mengetahui metode belajar Alquran dengan metode wafa ini. Metode belajar Alquran dengan metode Wafa secara sederhana dapat saya maknai sebagai metode belajar baca alquran dengan menggunakan pendekatan otak kanan. Menggunakan imajinasi, huruf-hurufnya diimajinasikan dengan hal-hal yang dekat dengan keseharian para peserta didik, agar mudah lengket dalam ingatan peserta didik. Sehingga bila peserta didik lupa dengan huruf yang sedang dibaca, tinggal dingatkan saja dengan analogi-analogi yang dekat dengan keseharian peserta didik tadi. Sehingga dengan demikian belajar lebih terasa menyenangkan dan mudah untuk diingat. Contoh untuk mengenal dan mengingat huruf mim, ta, sa, ya, kaf ro dan dal. Diimajinasikan dengan memberi tanda fathah pada setiap hurufnya. Sehingga huruf-huruf tadi bisa terangaki menjadi ma-ta-sa-ya-ka-ya-ro-da. Mata dan roda adalah hal yang dekat dengan keseharian, sehingga mudah diimajinasikan untuk diingat. Belajarpun menjadi menyenangkan. Ini baru sebagian hal yang menjadi keunikan dalam belajar menggunakan metode wafa. Membacanyapun menggunakan nada baca yang ear catching. Nadanya menggunakan nada Hijaz. Jika ada 4 bagian nada yang digunakan datar-naik-naik-turun. Jika tiga bagian nadanya datar-naik-turun, jika ada 2 bagian pada bacaan nadanya datar-turun. Berdasarkan pengalaman para guru yang sudah lama mendalami metode ini. Jika kita membaca dengan menggunakan nada Hijaz ini, baca Alquran serasa tidak mau berhenti, membaca Alquran menjadi serasa nagih ingin baca lagi dan lagi, karena menyenangkan. Saya pelajari hal tersebut dan akhirnya saya mulai beradaptasi dengan hal-hal tersebut. Jadi semangat untuk terus belajar adalah sangat penting dimiliki oleh siapa saja yang ingin akrab dan bisa menguasai suatu hal. Termasuk dalam belajar Alquran dengan metode Wafa ini. Benarlah adanya petuah orang-orang yang mengatakan bahwa dengan mengajar maka anda akan belajar. Hal ini turut saya rasakan dalam mengajarkan Alquran dengan metode wafa ini. Sehingga guru dan siswa insya Allah sama-sama berkembang. Karena terus belajar.
2. Menjaga Performa Keimanan
Pengalaman berikutnya yang semakin saya rasakan adalah, menjadi guru atau pendidik itu benar-benar harus mampu untuk menjaga kualitas ruhiyah. Kualitas ruhiyah ini memberi pengaruh terhadap suasana psikologis seseorang. Baiknya kualitas ruhiyahnya insya Allah baik pula suasana psikologisnya. Darisanalah terpancar cahaya keteduhan bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Darisanalah terekspresi kualitas semangat, etos kerja menjadi meningkat karena performa keimanannya sangat kuat. Menjadi guru yang mengajarkan pelajaran umum saja sangat penting untuk menjaga ruhiyah, terlebih lagi menjadi guru Alquran. Yang saya rasakan bila performa keimanan meningkat, beberapa kemudahan yang Allah turunkan diantaranya adalah peserta didik yang diberi pengajaran menjadi mudah untuk diajak bekerjasama. Ilmu yang hendak diajarkan pun menjadi mudah untuk ditransformasikan dan banyak lagi kemudahan-kemudahan lainnya. Direktur sekolahan kamipun tak pernah lelah untuk memberikan taujihnya tentang pentingnya menjaga kualitas keimanan sebagai seorang guru. Beliau mengutip pesan dari ulama yang mengatakan bahwa kait mata antara seorang guru dengan muridnya itu sangat kuat. Bila seorang guru melakukan suatu kemaksiatan, maka efek dari kemaksiatan itu bisa terpancar dari mata gurunya. Bila seorang guru tersebut adalah orang yang taat maka kait ketaatan itulah juga yang akan terpancar dari mata gurunya ke mata murid-muridnya. Maka sangat penting sekali bagi guru untuk menjaga ketaatannya. Lebih-lebih lagi guru Alquran yang bercita-cita membentuk generasi yang qur’ani.
3. Sinergi antara rumah dan sekolah
Hal salanjutnya yang penting untuk ada dan hadir di tengah-tengah kita agar tujuan dan pencapaian pengajaran menjadi tercapail adalah, adanya senergi antara rumah dan sekolah. Lebih-lebih dimasa pandemi seperti sekarang ini. Pembelajaran di sekolah secara frekuensi waktu menjadi berkurang. Jarak interaksi secara langsung menjadi terbatas. Karena tidak boleh berkerumun dan tidak boleh lama-lama dulu jika sedang berinteraksi secara langsung. Pertemuan banyak dilakukan di dunia maya dengan aplikasi tertentu, yang bila kondisi signal untuk mengakses ruang pertemuan tersebut sedang kurang baik tentu saja menjadikan pertemuan via online tersebut mengalami kendala. Tantangan-tantangan semacam ini tidak bisa diatasi bila minimnya kerjasama antara sekolah dan rumah. Tak terkecuali dalam mengajarkan Alquran. Para pengajar Alquranpun terkena dampaknya dan harus mampu beradaptasi dengan keadaan seperti ini. Kemudian para pengajar utama dikeluarga dalam hal ini adalah orang tua bagi anak-anaknya butuh untuk turut melakukan pendampingan terhadap anandanya dirumah agar pembelajaran Alquran di sekolah mampu tetap terjaga dirumah. Kemampuan peserta didik dalam menyerap pelajaran tidak sama, berkurangnya waktu untuk ruang pertemuan secara langsung cukup memberikan pengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sehingga komunikasi dan kerjasama antara sekolah dan rumah menjadi sangat penting. Kami para pengajar sangat bersyukur bila ada orangtua yang begitu objektif dalam menilai proses pembelajaran yang saat ini sedang terus-menerus menyesuaikan dengan keadaan zaman. Saya sangat merasa tersentuh ketika ada orang tua siswa yang mengatakan : “ Pak ini anak kami, anak kami anak bapak juga. Ketika bapak yang mengajar maka sepenuhnya kami serahkan pengajaran itu kepada bapak. Bila dirumah maka itu manjadi tanggung jawab kami, kami yang akan mengambil peran untuk mendidiknya” hal ini adalah salah satu bentuk gayung bersambutnya antara peran sekolah dan rumah. Mudah-mudahan dengan semakin sinerginya rumah dan sekolah dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan, akan semakin mempercepat terwujudnya masyarakat yang kondusif dalam menyambut tegaknya nilai-nilai positif di tengah tatanan masyarakat kita. Aamiiin ya Rabbal ‘Alamin..
_
Penulis : Andri Hidayat – SDIT TUNAS CENDIKIA BATURAJA SUMATERA SELATAN