Perjuangan Para Generasi Qur’ani di Masa Pandemi

Suatu ketika saat awal ku di terima di salah satu Sekolah Islam Terpadu (SIT) yakni di SMKIT Khoiru Ummah Rejang Lebong, Bengkulu.  Bergabung pada tahun 2017, tepat pada waktu sekolah ini baru berdiri dan menerima perserta didik baru. Sekolah yang ku anggap ini adalah sebuah instansi yang mencetak generasi Qur’ani dan menjadi generasi rahmatan lil ‘alamiin sesuai yang ada di visi sekolah ini. Tentu ini suatu hal yang baru bagiku. Karena sepengetahuanku bahwa Sekolah Islam Terpadu jauh berkembang pesat manakala dengan memprioritaskan Al-Qur’an di dalamnya. Sehingga sekolah-sekolah ini banyak di minati di khalayak masyarakat luas untuk memasukan akannya di sekolah berbasis keislaman.

Saat bergabung di SMKIT Khoiru Ummah merupakan sesuatu yang luar biasa bagiku. Kenapa? Ada hal yang menarik bisa belajar bersama di sini juga berbagi pengalaman. Saat mendapat panggilan untuk bergabung di sekolah, sontak aku sangat senang dan berbahagia, walau profesiku bukan seorang guru kelas, bukan juga lulusan pondok pesantren bahkan juga bukan seorang hafidz qur’an. Akan tetapi, semua di luar pikiranku saat di terima di sekolah ini. Ternyata di amanahkan sebagai guru Qur’an saat itu mernjafi koordinator Tahsin. Tentu ini sesuatu yang baru bagiku, apalagi dari pribadi sendiri rasanya tidak pantas ku di tempatkan dalam posisi ini. Karena amanah yang telah di percayakan kepadaku, akhirnya aku pun mencoba berikan yang terbaik untuk menerapkan ilmu dalam memperbaiki cara membaca Al-Qur’an.

Mulailah perdana mengajar setelah berbagai persiapan matang telah terjadwalkan. Aku berpatner dengan koordinator Tahfidz yang juga sama telah membagikan sesuai dengan kelompok masing-masing. Mengingat sekolah ini masih baru akhirnya kami melibatkan guru-guru lain untuk ikut serta membimbing santri yang ada. Kala itu kami masih menggunakan belajar Tahsin dengan metode Utsmani. Di awal masih bingung akan menggunakan metode apa yang akan di terapkan kepada santri-santrinya. Bagiku ini agak asing, takut jangan sampai salah dalam penyampaian. Mengingat belajar membaca Al-Qur’an ini bukan asal-asalan dan harus memiliki kemampuan dan fasih dalam melafalkan bahkan menghafalnya sesuai dengan kaidah hukum tajwid. 

Waktu terus berganti, metode ini masih kami gunakan sampai santri kenaikan kelas. Lebih kurang satu tahun belajar Al-Qur’an dengan menerapkan metode Utsmani saat itu. Walau setiap pagi seluruh santri mendapat hafalan baru baik dengan cara mentalaqqikan ataupun muraja’ah di setiap pertemuan pelajaran Tahsin dan Tahfidz Al-Qur’an. Perkembangan dari segi Tahfidz pesat naiknya. Akan tetap para santri masih berkendala dari segi Tahsin yang masih banyak harus di perbaiki. Sehingga saat di evaluasi dari dua semseter yang telah di terapkan metode utsmani ternyata masih banyak santri yang masih perlu di bimbing dalam belajar tahsin Al-Qur’an. 

Pada tahun 2018 ketika angkatan pertama sudah naik kelas XI juga pada waktu itu penerimaan peserta didik baru begitu juga dengan seluruh dewan guru yang telah menyiapkan bahan pembelajaran dalam menyambut ajaran baru tahun ini.  Setelah masuk ajaran baru, intruksi dalam sebuah apel oleh pembina, saat itu kepala sekolah yang memberikan arahan untuk semua dewan guru yang ada. “Kepada seluruh ustadz/ustadzah sekalian, mari kita awali di tahun ini dengan penuh perjuangan, kita perbaiki lagi mana yang belum maksimal dan belum terjalankan selama ini sebagai evaluasi kita bersama. Terutama dalam meningkatkan hafalan Al-Qur’an para santri juga pada pelajaran umum yang di kelas dan jurusannya masing-masing. Kita targetkan sesuai dengan harapan sekolah yang sesuai dengan visi dan misi sekolah, terutama anak-anak yang memiliki kompetensi keahlian dan capaian  terget hafalan minimal 3 juz sampai peserta didik kita tamat dari sekolah ini. Itu minimal, bagi ada yang lebih itu jauh lebih baik dan kita harapkan”. Ujarnya panjang menyampakan. 

Tentu ini membuat kami di tim T2Q saat itu menyusun strategi beserta program kerja supaya peserta didik juga akan memudahkan dalam pembelajaran T2Q di setiap pertemuannya. Tiba-tiba suatu saat, ketika di awal-awal masuk dalam belajar T2Q. Kami tim di intruksikan untuk untuk berkumpul di aula. Ternyata ada perwakilan yayasan yang hadir ingin menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan pembelajaran yang ada di T2Q SMKIT Khoiru Ummah. Di sana di jelaskan kepada kami semua yang ada di tim, bahwa ke depan kita akan menggunakan metode Wafa (Metode Otak Kanan) dalam pembelajaran T2Q. Sesuatu yang baru terdengar bagiku dan pembimbing lainnya. Mengingat ini belum pernah di gunakan sebelumnya di Sekolah Islam Terpadu, khususnya di kabupaten Rejang Lebong. “Jadi, ustadz/ustadzah nanti kita akan menggunakan metode WAFA ini dalam mengajar anak-anak di kelas. Bagi untuk yang belum tahu akan metode ini nanti akan di buatkan pelatihan guru-guru T2Q untuk mengikuti agendanya yang akan di wacanakan oleh yayasan”. Ujar dari pihak yayasan.

Pelatihan pun di ikut setakan seluruh dewan guru yang ada di Yayasan Al-Amin Curup dalam mengkuti pelatihan belajar Wafa ini selama 3 hari lamanya. Saat itu yang menjadi trainernya adalah Ustadz Dody Tisna Amijaya dan Ustadz Wawan dari Wafa Indonesia. Ternyata sangat terkesan dan mengasyikkan bagiku belajar Wafa ini. Mudah di pahami dan menarik untuk di pelajari dengan metode yang praktis dengan buku panduan Tilawah, Tajwid & Ghorib yang sangat sesuai untuk di terapkan nantinya. Akhirnya di sana kami semua di latih dan di bekali berbagai ilmu yang bermanfaat untuk dapat di sosialisasikan ke unit sekolahnya masing-masing. Yang terkesan bagiku saat ustadz Dody menyampaikan; “Jadilah guru yang asyik dalam mengajar”. Pesan yang membuat hati menjadi ceria dan bersemangat untuk mengajar. Begitu juga banyak hal yang beliau sampaikan dalam motivasinya untuk kami semua.

Aku pun tetap belajar dengaan mempelajari Tahsin WAFA ini, mengingat karena belum di tasnifkan dan juga belum di ujian Munaqasyah. Sambil mengajar, aku pun tetap mengikuti kegiatan rutin untuk menyelesaikan Wafa sampai pada bab terakhir. Akhirnya saat ujian Munaqasyah, aku dan teman-teman guru lain yang sudah layak ujian kala itu di nyatakan lulus semua. Sebuah hal luar biasa bagiku. Inilah proses, setidaknya telah berjuang untuk menerapkan ilmu kepada para peserta didik. Proses belajar bersama para siswa di sekolah pun berjalan rutin di setiap harinya, baik pada pagi hari atau saat jadwal T2Q yang telah di sesuaikan.

Waktu terus bergulir, aku pun mendapat sebuah kelompok anak yang di kategorikan sudah fasih dalam bertilawah dan tidak lama lagi akan menyelesaikan di buku Tilawah, Tajwid & Ghorib. Sebuah progres yang termasuk cepat para santri ini dalam menyelesaikannya. Tentu ini merupakan hal yang di harapkan pihak sekolah, mengingat perjuangan mereka dalam satu semester belajar Wafa mendapatkan hasil maksimal dalam proses dan pertemuannya. Walau bagi kebanyakan santri menganggap nada Hijaz dalam Wafa ini sesuatu yang baru. Tapi mereka dapat menyesuaikan dan menyelesaikan dengan nada Hijaz dalam irama yang ada di dalamnya.

Proses pra Munaqasyah pun berlangsung di sekolah, ada Munakish dari luar yang siap menyeleksi para santri yang nantinya layak atau tidak akan mengikuti ujian Munaqasyah dalam waktu yang tidak lama lagi. Dari 20 santri, di antaranya ada 15 orang yang di ujiankan tahsin Wafa dan 5 santri yang di ujiankan dari segi Tahfidznya. Seleksi pun di selesaikan dalam satu hari penuh. Berselang beberapa waktu, akhirnya pengumuman tiba, dari utusan yang telah diberikan kesempatan ikut pra Munaqasyah, alhamdulillah semuanya lulus dengan baik dan layak di ujian Munaqasyahkan oleh Wafa Indonesia. 

Kemudian tibalah bagi para utusan SMKIT Khoiru Ummah dalam menghadapi ujian Munaqasyah. Dengan rasa tegang dan gugup, karena para santri ini tahu pasti akan beda lagi kalau yang menguji dari Wafa Indonesia kala itu. Ujian pun berlangsung dari tes tertulis sampai pada proses tilawah dan pertanyaan yang telah di persiapkan trainer Wafa Indonesia. Ujian berlangsung tenang, tentram dan penuh konsentrasi dan berjalan lancar. Terlihat wajah-wajah tegang, cemas dan legah bagi santri yang telah melewati dari proses ujian Munaqasyah ini. Dua minggu berselang, mendapat informasi dari Wafa Indonesia dalam pengumuman dan hasil dari ujian Munaqasyah. Dari hasil itu, semua dari utusan SMKIT Khoiru Ummah dinyatakan lulus dengan predikat yang berbeda. Suatu hal yang sangat kami syukuri selaku pembimbing mereka. Kebanggan tersendiri dapat memberikan yang terbaik sampai pada tingkat mereka meraih hasil maksimal dalam belajar dan ujian kala itu.

Perjuangan yang tidak mengkhianati hasil manakala kita menghidupkan Al-Qur’an dan mengamalkannya pasti akan di permudah oleh Allah. Apalagi yang dipelajari ini adalah mulia. Begitulah kami berpikir, ini generasi yang harus tetap berkembang dan maju untuk di masa  mendatang. Kalau tidak hari ini kapan lagi, inilah kesempatan yang jarang terjadi. Rutinitas pun tetap terjalankan dengan semestinya, walau masih banyak pekerjaan rumah yang harus di selesaikan ke depan dengan yang masih belum lancar dalam membaca Al-Qur’an, baik dari segi tahsin dan tahfidznya.

Lalu di kemudian hari, suatu hal yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi melanda dunia. Saat masuknya sebuah wabah ke Indonesia, iya itulah sebuah virus Corona, menular dan membahayakan orang lain. Kala itu sekolah masih tetap aktif melaksanakan aktivitas pembelajaran di sekolah. Akan tetapi semakin hari ternyata semakin meluasnya wabah ini. Dan daerah kami pun mulai banyak yang terpapar akan virus ini. Sungguh ini di luar dugaan kami semua. Sampai-sampai daerah ini pun di katergorikan sebagai zona merah akibat yang terjangkit virus ini semakin meluas. Semua aktivitas di tiadakan untuk tatap muka, dan di batasi sampai pada akhirnya semua harus lockdown. Semua tidak beraturan dengan jadwal dan membuat sekolah mensiasati belajar dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat itu. 

Suatu hal yang tidak biasa, tapi ini harus di jalankan sesuai dengan anjuran pemerintah. Jadwal mengajar pun di sekolah berubah menjadi “Daring” (dalam jaringan). Tentu ini menjadi dilema bagi kami guru Qur’an. Mengingat pasti banyak kendala dalam melaksanakan pembelajaran dengan seperti ini. Di lihat dari sisi lain, pasti ada keterbatasan dalam menyampaikan terutama dalam belajar online yang belum tentu semua akan lebih cepat memahaminya. Kala itu, aku mendampingi para santri dalam kelompok khusus yang masih belajar, bisa di katakan dimasukan ke dalam kelas bengkel dari segi tahsinnya. 

Pembelajaran pun terbiasa dengan kondisi daring. Dengan adanya grup Whatsapp masing-masing di setiap kelompok memudahkan dalam proses belajar tahsin Wafa kala itu. Dengan berbagai metode di terapkan dalam pembelajaran daring ini. Ada yang menggunakan dengan berbagai aplikasi, baik dari via Voice Note, grup WA, Zoom Meeting, Google Meet, Video Call, dan lain sebagainya menjadi penunjang dan semangat para santri untuk tetap belajar T2Q walau dalam kondisi pandemi seperti ini. Terkadang dalam proses pembelajaran pun masih banyak terdapat santri yang tidak setoran atau tidak muncul dalam proses belajar daring.

Ternyata bukan aku saja yang seperti itu walau mengampuh santri khusus untuk belajar tahsin Wafa. Begitu juga dengan pembimbing yang lain, masih kesulitan juga dalam menyampaikan materi karena keterbatasan waktu dan kondisi. Baik kurangnya respon para santri atau minimnya kontribusi santri dalam belajar saat kondisi yang tidak biasa di lakukan sebelumnya. Satu bulan berlangsung dalam proses jarak jauh. Akhirnya pihak sekolah mengambil inisiatif untuk melakukan pembelajaran luring (luar jaringan) saat itu dengan menerapkan setiap angkatan yang masuk datang ke sekolah untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan di batasinya dan tidak seluruh santri yang datang ke sekolah mengingat masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Di sanalah kami mengambil momentum belajar T2Q dengan maksimal saat tatap muka walau selebihnya itu dalam masih dalam belajar daring.

Saat pelajaran luring di gunakan sebaik mungkin bagi para pementor T2Q dalam mengukur ketercapaian baik tahsin maupun tahfidznya. Berjalan dalam kondisi sulit, dalam keterbatasannya pertemuan dan kelemahan saat belajar daring. Tentu memiliki semangat tersendiri, melihat motivasi yang terus menerus dari para pembimbing yang senantiasa kepada para santrinya. Sampai pada akhirnya para santri pun berjuang menyelesaikan tahsin Wafa dan hafalannya masing-masing menjelang akan di ujian Munaqasyah yang akan telah terjadwalkan. Ada hal yang menarik saat ku perhatikan di kebanyakan santrinya. Motivasinya ingin maju dan memiliki tekad menyelesaikan Wafa dan mengejar target itu sangat di apresiasi. Walau di kondisi pandemi seperti ini, mereka dapat mengejar targetnya. Kami pun para pembimbing merasa sangat terbantukan dengan semangat mereka untuk menyelesaikannya.

Akhirnya yang terpilih dan layak di ujian Munaqasyahkan pun mengkuti ujian dengan sistem online dalam pelaksanaannya. Walau belum bisa menghadirkan langsung penguji ujian Munaqasyah dari Wafa Indonesia, para santri juga terlihat sangat senang bisa ikut serta jadi salah satu peserta saat itu. Sampai pada tahap terakhir, para santri dapat menyelesaikan dan dinyatakan lulus semua utusan dari sekolah yang telah menjadi delegasi terbaik untuk di tahsin Wafa atau tahfidz Al-Qur’an. Suatu hal yang menjadi kebanggaan, inilah generasi yang selalu menghidupkan nuansa Al-Qur’an di sekolah. Para penghafal Al-Qur’an yang senantiasa berjuang bersama satu sama lainnya. Walau suka dan duka pasti menyelimuti semua perjalanan sampai pada tercapainya target yang diharapkan. Walau yang lain masih menjadi evaluasi dan pekerjaan rumah sebagai perbaikan ke depan bagi santri yang belum menyelesaikan targetnya, terutama membaca di tahsin dan tahfidz.

Tentu semua ini adalah sebuah masa perjuangan yang melelahkan. Akan tetapi menjadi lillah di kala kita menjalankannya dengan penuh keikhlasan. Dari ini semua menjadi pelajaran yang berarti untuk sekolah-sekolah Islam terpadu yang ada dimana pun saat ini bergerak dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Apalagi didalamnya selalu di hidupkan nilai-nilai Al-Qur’an. Berkahnya sekolah, karena hidupnya Al-Qur’an dan membumikannya. Tentu proses tidak semudah yang kita pikirkan, yang terpenting tetaplah bersemangat membumikan Al-Qur’an dan mengamalkannya. “Sebaik-baik kalian adalah belajar dan mengajarkannya kepada orang lain”. Begitu juga yang telah Allah jelaskan dengan banyaknya dalam ayat Al-Qur’an. “Dan sungguh, Kami telah mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran”. (QS. Al-Qamar:17). Pelajaran yang sangat berharga, begitu Allah menjelaskan dengan firman_nya supaya kita selalu berikhtiar dan tetap berjuang dalam membangun generasi Qur’ani walaupun dimasa pandemi seperti ini, tidak melunturkan semangat kita untuk menebarkan kebaikan dengan mengamalkan Al-Qur’an. Wallahu’alam bissawab.

_
Penulis : Fidriyanto Cahyono – SMKIT Khoiru Ummah