Rauna Bersama Ananda

Pelajaran Penting Pertama

Pada bulan pertama saya bergabung di SDIT Taqiyya Rosyida, seorang pengampu tahfidz memberikan kepercayaan untuk menjadi pengganti semetara mendampingi ananda di kelompok Al-Qur’an dan Tahfidz (AQT). Saya mendampingi dua kelas, yaitu kelas 1B dan 6A. pertemuan perdana daring bersama ananda saya kumpulkan tugas hafalan dan membaca wafa dari ananda, kemudian saya koreksi satu persatu secara pribadi. Saat pertemuan pertama pula ada ananda yang tidak mengumpulkan tugas dan whatsapp saya kepada orang tua juga belum sempat terbalas hingga berganti hari. 

Pertemuan selanjutnya, ananda ini kembali tidak mengumpulkan tugas. Setelah saya konsultasikan ke Ustadzah pengampu sebelumnya, ananda ini memiliki catatan khusus saat pembelajaran daring. Ketika jadwal video call ananda tidak hadir bukan karena ananda tidak mau, ternyata ananda dititipkan dengan Neneknya sehingga terkendala saat jadwal AQT tiba. Alhamdulillah, setelah lebih dari 4 pertemuan ananda tidak ikut, hari diluar jadwal ada pesan masuk dari orang tua ananda. Tersurat balasan penyampaian maaf karena ananda tidak bisa mengikuti AQT sesuai jadwal dan akan mengatur jadwal supaya ananda bisa ikut. 

Kring….kring. Video call saya terangkat oleh ananda. “Assalamu’alaikum, perkenalkan ini ustadzah Rani. Sudah tau sebelumnya?” ananda pun tidak menjawab justru memandang layar HP dengan heran. Terdengar suara dari kejauhan “Hayo dijawab dulu…” kemudian si ananda menjawab “Wa’alaikumussalam..” yes..! pendekatan pertama. Kemudian saya lanjutkan menanyakan kabar. Ternyata ananda tidak menjawab, saya tanya keberadaan juga tidak menjawab, saya ajak murojaah tidak menjawab, saya tanya sampai wafa berapa jawabnya simple “Gak tau”, saya tunjukkan buku wafa dari layar HP saya “Ga tau” ujar ananda. Saat itu juga saya berpikir, supaya ananda tidak lagi menjawab hal yang sama untuk kesekian kalinya. Ananda, ambil buku wafanya diransel ya kalau tidak ada kemungkinan di atas meja belajar. Kemudian ananda beranjak dari tempat duduk dan berlari. Nah! Diambillah buku wafanya. 

Saya mulai mengajak murojaah dan alhamdulillah 2 surat ia bisa mengikuti. Selebihnya saya skip terlebih dahulu. Lumayan, PDKT dulu hehe. Hari berganti tugas, ananda pun sering saya video call. Malam itu, alhamdulillah diberi kesempatan untuk shering dengan ibu dari ananda. Ibunya menyampaikan beberapa faktor kenapa ananda jarang mengumpulkan tugas maupun ikut pembelajaran daring dan solusi untuk si ananda di ikutkan ke program Rumah Qur’an yang baru berjalan beberapa waktu untuk ananda. Dari kisah satu ananda ini lega dan senang rasanya, bisa mengetahui keadaan sebenarnya yang dialami ananda walau belum genap 1 bulan mendampingi ananda. Disini saya mendapatkan hikmah yang berarti, pada setiap perjalanan baru, kita akan menemukan banyak orang. Semuanya penting! Semua harus kita perhatikan dan pelihara. Walaupun itu hanya sekedar sapaan dan perhatian kecil bertanya “Kabar”.

 

Pelajaran Penting Kedua (Laporan ke Allah setiap hari) 

Selesainya koordinasi tim AQT, saya duduk di serambi sekolah sambil menunggu waktu pulang. “Ayo pulang Us, jangan dipikir sambil ngalamun. Hehe” ujar salah satu ustadzah AQT. Saya sepontan menyampaikan “Us, kan baru pertama nih saya megang, nanti evaluasi ananda dicatat seperti apa?” ustadzah itu menatap saya sambil mangangguk-anggukkan kepala dibumbui senyuman manisnya. Maasyaa Allah, ustadzah satu ini meluluhkan hatiku dengan jawabannya. “Caranya itu.. Laporan administrasi setiap hari. Selanjutnya laporan sama Allah setiap malam”. 

 

Pelajaran Penting Ketiga (Keadilan dalam Kasih Sayang Kepada Ananda)

Pada bulan ke-2 saya bersama tim AQT, alhamdulillah ini strategi baru dari sekolah yaitu Guru Beraksi. Sebelum pembelajaran inti, kegiatan setelah berdoa yaitu talaqqi bacaan sholat untuk kelas bawah. Saat pembelajaran AQT, berkesempatan menjadikan ayat tahfidz siswa menjadi surat yang dibaca. Bagi siswa laki-laki di masing-masing kelompok akan mendapatkan giliran menjadi imam. Saat itu terjadi percakapan antara dua ananda. Ananda A “Aku mau jadi imam lagi” sementara ananda B menyahut “Yang itu belum pernah lo..” dari percakapan ini semua siswa terpusat ke ananda yang belum pernah menjadi imam sholat duha. Terlihat ananda yang dimaksud menundukkan kepala, dengan wajah polosnya sambil mengoyang-goyangkan badan ke kanan ke kiri. 

Akhirnya, saya menjadikan anak itu imam. Setelah bacaan Al-fatihah ananda membaca surat pendek pilihan yang ternyata ananda imam belum lancar. Saya mendekati imam dan mengajak semua siswa melantangkan suara bacaan. Dikemudian hari, ananda mengajukan diri untuk menjadi imam lagi dan teman lainnya menyetujui. Hikmah saat itu yang saya mendapati, siswa membutuhkan keadilan dalam kasih sayang ustadz ustadzahnya, sesuai takaran. 

Pelajaran Penting Keempat (Ciptakan Momen)

April 2021 menjadi bulan haru bagi saya mendampingi siswa kelas 6. Kita akan segera mengakhiri kegiatan belajar mengajar untuk mereka beralih fokus pada ujian kelulusan sekolah. 1 minggu sebelum ujian lisan tahfidz diselenggarakan, siswa mempunyai  kesempatan tatap muka pembelajaran Qur’an. Fun game berhitung itulah ayatku menjadi pilihan saya untuk mengajak siswa murojaah. Ada satu siswa yang ikut bermain, tetapi saat ditumjuk nomor dan ayat yang dibaca, ananda hanya diam dan ingin kembali ketempat duduknya, saya persilahkan khusus bagi ananda ini.  

Selesainya permainan saya memanggil ananda kedepan. “Ananda, sini. Sebisanya dan boleh membuka tutup Qur’an kok”. Mengawali dengan senyum-senyum dan suara lirih menyampaikan “Us, maaf belum hafal. Tapi surat ini sudah hafal kok Us” dia menunjukkan surat yang lain dan saya minta untuk menyetorkan beberapa ayat. 

“Sekarang ikuti Ustadzah ya” dia menjawab “Iya Us..” sambil menundukkan kepala. Saya talaqqi 1 ayat dengan potongan-potongan ayat secara berulang dan Alhamdulillah ananda bisa mengikuti. Walau ternyata tertinggal jauh dengan target temannya yang lain. Pembelajaranpun selesai, saya mengumumkan untuk persiapan ujian lisan. Tiba waktunya ujian lisan. Ananda ini tidak hadir dan qodarullah, orang tua menyampaikan ananda tidak bisa masuk karena sakit. 

Selang beberapa hari, ada pembinaan seluruh ustad ustadzah dari kepala sekolah. Saat itu juga bapak Isnandariawan menyampaikan “Jangan sampai anak trauma dengan Al-Qur’an setelah lulus dari sini”. Kemudian saya menghubungi orang tua siswa, saat itu juga ananda sendiri yang justru menanyakan waktu untuk ujian. Disinilah kesempatan untuk service excellent kepada ananda ini, menitipkan secuil motivasi. Sebelum tiba masanya, kita hanya bisa mendoakan untuk keistiqomahan ananda berjuang dengan Qur’an. Ketika mereka lulus nanti.

 

Pelajaran Penting Keenam (Menghafal dengan Hati Bukan Hanya Mengandalkan Logika)

 “Murojaah sama Ustadzah ya surat Al-‘Alaq”. “Iya Us, audzubillahiminasyaitonirojim…” kemudian ia melantunkan dari ayat 1 ke ayat 2 tanpa jeda. Sesampainya ayat ke 6 ia sudah mulai terbolik-balik, akhirnya dia menghelai nafas panjang “Haaah..” saya lanjutkan satu per satu bersama ananda. Saat ia mengikuti saya, selalu ia mendahului. Tergesa-gesa dan akhirnya dia menyeletukkan kata “Padahal aku sudah hafal lo Us, 19 ayat”. Saya amati anand ini memang selalu tergesa-gesa saat murojaah, alhasil apa yang sudah dihafal akhirnya terseret dengan ayat lainnya.

“Coba lagi yuk mba, pelan pelan saja tidak usah terburu-buru”. “Kalla saufata…” ananda masih kurang fokus. “Alhamdulillah kamu hebat, tapi kenapa ayatnya campur dengan surat lain?” Ayo yang sabar, tidak usah terburu-buru. Diulangi dari ayat 1 lagi bareng Ustadzah yaa” ananda menjawab “Heem, sebel”. Seketika ananda saya acak untuk ayatnya, dan makin kemana-mana ayatnya. 

Kondisi mood ananda semakin tidak stabil. Saat saya jauh menatap mata ananda, teringat hal yang saya dapati disuatu petang kala itu. Kubuka layar HP terdapat notifikasi berjudulkan “Deeptalks dengan sahabat”. Menceritakan first impression persahabatan yang salah satu sosok disini seorang mualaf dan hafidzoh. Terinspirasi dari kisah mereka berjuang dengan Al-Qur’an. “Menghafal itu pakai hati, kalau pakai logika ga hafal-hafal” jleb! Kemudain saya menyadari, saya sendiri yang harus jauh belajar untuk lebih dekat dari hati dengan Al-Qur’an. 

Bagaimanapun hal ini harus saya tularkan kepada ananda. Pelajaran berharga juga kita dapati dalam QS Al-Khafi : 24 “… dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa…” pelajaran berharga sebagai penghafal Al-Qur’an bahwa ketika ada hafalan yang terlupa, sedikit atau banyak, seharusnya kita segera mengingaat Allah. Setelah itu, kita kembali mengingat-ingat ayat yang terlupa agar kembali melekat dengan baik pada ingatan, dan agar tidak terus-menerus terlupakan karena dibiarkan begitu saja. 

“Jika kita menghafal hanya mengandalkan logika saja bisa sampai mba, tapi hasilnya kurang maksimal. Tapi, apabila kita menghafal juga melibatkan hati kita, akan terjadi kedahsyatan pada diri bahkan tiada henti. Insyaa Allah. Istighfar 3 kali. Bismillah, kita lanjut ya dari awal” setelah ananda beristighfar ia memanggil dengan lirih “Ustadzah…” menatap kembali raut wajah ananda sepertinya berbeda, “Iya mba, gapapa pelan-pelan”.

Ananda merubah gaya duduk, merubah intonasi suara saat melafalkan terdengar sangat lembut. Heran lagi tiba-tiba ananda menundukkan kepala mengusap mata,”Kamu kenapa?”. Ananda menggelengkan kepala sambil tersenyum. Sesampainya dirumah, bunda dari ananda meninggalkan pesan “Terimkasih Ustadzah, waktu daring tadi ananda angkat tangan pertama terus dan semangat anaknya”. Alhamdulillah.

_
Penulis : Rani Alindasari – SDIT TAQIYYA ROSYIDA KARTOSURO