Guru yang sering orang katakan sebagai sosok yang digugu dan ditiru, nyatanya adalah profesi yang tidak mudah. Dari mereka lah terlahir berbagai jenis profesi yang digandrungi manusia di muka bumi ini. Mulai dari profesi yang terlihat sepele hingga profesi yang mendunia, semua berawal dari guru. Karena guru adalah muasal tersampaikannya berbagai macam ilmu yang Allah turunkan di dunia ini. Tanpa guru, tidak sedikit manusia yang akan kesulitan mencerna suatu ilmu secara mandiri.
Oleh karena perannya yang krusial bagi dunia pendidikan di Indonesia, seorang guru dituntut punya kompetensi yang linear dengan perkembangan zaman. Menjadi guru masa kini yang dicintai peserta didik dengan segala tantangannya. Tak terkecuali pula menjadi guru Al-Qur’an.
Meski secara spesifik tidak termasuk dalam Kurikulum 2013 yang dicanangkan Mendikbud, mata pelajaran Al-Qur’an di suatu lembaga pendidikan mengambil peran penting dalam membentuk generasi masa kini. Tugas guru Al-Qur’an meski secara kasat mata tak serumit guru mata pelajaran lain, ternyata punya ‘beban’ yang cukup berat di hadapan Allah. Mengapa demikian? Karena yang diajarkan adalah kalamullah, firman yang redaksionalnya diturunkan secara langsung oleh Allah. Bahasa Allah. Bukan yang tertulis dalam buku-buku diktat mata pelajaran yang dirilis berbagai penerbit terkenal. Sehingga tentu saja, levelnya sedikit lebih ‘berat’ dari guru mata pelajaran lainnya. Itulah mengapa, guru Al-Qur’an perlu terus digembleng melalui berbagai pelatihan.
Bagi sekolah mitra Wafa Indonesia, salah satu bentuk penggemblengan itu adalah melalui kegiatan Pelatihan Guru Al-Qur’an Metode Wafa. Ini adalah pelatihan yang didesain khusus untuk menstandardisasi kompetensi guru Al-Qur’an di sekolah mitra agar selaras dengan ‘kurikulum’ yang dikembangkan oleh metode Wafa.
Salah satu sekolah mitra Wafa yang beberapa waktu lalu menyelenggarakan pelatihan ini adalah Madrasah Tsanawiyah Husnul Khotimah 2 Kuningan. Sekolah yang berdiri semenjak 2015 ini, menggelar pelatihan metode Wafa dengan tujuan mengupayakan kenaikan target jumlah hafalan peserta didiknya yang semula hanya dua juz menjadi tiga juz. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Unit Tahsin dan Tahfidz Al-Qur’an (TTQ) Pondok Pesantren Husnul Khotimah 2 bekerjasama dengan tim Wafa Indonesia. Diketuai langsung oleh kepala unit TTQ, Ustadz Yayan Bayanullah, S.Pd.I Al-Hafidz, pelatihan ini disambut dengan antusiasme para pesertanya yang terdiri dari 45 asatidz dan musyrif Al-Qur’an. Meski berlangsung selama tiga hari berturut-turut mulai 9 hingga 11 Maret 2019 di Aula MTs Husnul Khotimah, kegiatan pelatihan terlaksana dengan baik atas bimbingan dua trainer handal Wafa Indonesia, Ustadz Dodi Tisna Amijaya, M.Pd dan Ustadz Ahmad Syarif Fathoni, S.Pd.I Al-Hafidz. Alhamdulillah.
Tak hanya pesertanya yang antusias mengikuti kegiatan pelatihan dari awal hingga akhir, tim kreatif Ponpes Husnul Khotimah pun tak kalah antusiasnya. Melalui channel Youtube HKTV (Husnul Khotimah TV), kegiatan pelatihan didokumentasi untuk di-show-up pada masyarakat sebagai salah satu branding bahwa sekolah ini serius menggembleng guru-guru Al-Qur’annya melalui pelatihan metode Wafa. Keseriusan ini diperkuat dengan dukungan langsung dari kepala sekolahnya, Ustadz Danni Abdurrahman, M.Pd. Dalam video dokumentasi yang diunggah dengan durasi hampir empat menit ini, Ustadz Danni menyampaikan bahwa pelatihan ini selain bertujuan meningkatkan target jumlah hafalan peserta didiknya, adalah untuk menstandardisasi kompetensi guru-guru Al-Qur’annya agar sesuai dengan ‘kurikulum’ Wafa, sehingga dalam tiga hingga lima tahun ke depan sekolah ini bisa mengembangkan metode belajar Al-Qur’an secara independen dengan menyesuaikan karakter lembaganya.
Mengutip pesan sarat hikmah yang pernah ditulis oleh Hasan Al-Bashri, “Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan tanpa panduan. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan”. Apa yang disampaikan ulama’ tabi’in yang hidup pada delapan abad lalu ini rupanya cukup relevan dengan dunia pendidikan masa kini dengan sekian tuntutannya. Guru adalah profesi ‘amal’, profesi sosial. Mustahil seseorang disebut sebagai guru jika ia tidak berilmu. Maka, sebagai penyambung ilmu, seorang guru pun dituntut untuk terus berilmu. Agar apa yang disampaikan pada peserta didik bisa menjadi perantara datangnya kebaikan-kebaikan, alih-alih sebagai pemicu kerusakan. Untuk itu, agar seorang guru terus ‘terisi gelasnya’ setelah ‘dikosongkan’ terus menerus, diperlukan pelatihan yang diharapkan dapat meng-upgrade kapasitas keilmuannya. Terlebih bagi seorang guru Al-Qur’an, guru yang punya amanah lebih ‘berat’ dibanding guru-guru lainnya.
Tidak hanya sebagai pengisi ‘gelas kosong’ guru Al-Qur’an, pelatihan yang rutin diharapkan bisa menjadi perantara lahirnya guru yang inspiratif. Bukan hanya guru yang sekedar menyampaikan ilmu, tapi juga seorang guru yang sebenar-benarnya digugu dan ditiru seperti yang diungkapkan William Arthur Ward, seorang penulis berkebangsaan Amerika, “The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires”. Guru yang biasa hanya menyampaikan, guru yang baik akan menjelaskan, guru yang unggul akan mencontohkan, tapi guru yang luar biasa adalah guru yang menginspirasi.
Karena itu, untuk menjawab tantangan guru Al-Qur’an masa kini, Wafa Indonesia hadir dengan metode pembelajaran otak kanan. Dilengkapi dengan berbagai tools yang akan membantu pengembangan kurikulum pendidikan Al-Qur’an di ratusan sekolah mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu tools itu adalah pelatihan. Maka, mari jadi bagian perjalanan dakwah kami dalam melahirkan generasi ahli Al-Qur’an dengan cara yang mudah, komprehensif, dan menyenangkan.
Salam,
Wafa Indonesia
Komprehensif | Mudah | Menyenangkan
WhatsApp: +6281233867676
Email : sahabat@wafaindonesia.or.id
Facebook : Wafa Indonesia
Instagram : wafaindonesia